Dalam beberapa pekan terakhir ini media banyak menyoroti persoalan tax amnesty atau pengampunan pajak bagi wajib pajak.
Mulanya kebijakan tax amnesty tersebut berlaku pada pemilik dana yang dimiliki masyarakat “empunya” yang terparkir di luar negeri, dengan tujuan agar supaya pemilik dana tersebut dapat berinvestasi di Indonesia dengan segala kemudahan yang di berikan khusus oleh Negara. Yang akhirnya dapat berpotensi positif untuk perekonomian Indonesia. Namun belakangan ini, target besar tersebut mulai beralih ke masyarakat lokal dengan berbagai penghasilan sepanjang memiliki penghasilan 4.5 juta ke atas. Atas kebijakan ini, mulai lah muncul pro dan kontra. Disamping itu, muncul kepanikan (bahkan terkesan ketakutan) dimasyarakat.Sesungguhnya, apa sebenarnya Tax amnesty? Tax amnesty adalah kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait dengan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tetapi tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan. Para peserta tax amnesty yang memiliki dana yang disimpan di luar negeri diharapkan dapat kembali ditempatkan ke Indonesia melalui berbagai skema termasuk investasi langsung. Program amnesti pajak terhitung sejak Undang-undang Pengampunan Pajak berlaku, yakni Juli hingga 30 September 2016.Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan aturan bagi Wajib Pajak (WP) yang tidak menggunakan program tax amnesty atau belum mengungkap keseluruhan harta. Aturan tersebut tertuang di dalam Pasal 18.Pasal 18 ayat (1) UU Pengampunan Pajak menegaskan, “Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.”Kemudian, ayat 2) menyebutkan jika WP tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode pengampuna pajak berakhir, dan atau DJP menemukan data atau informasi mengenai harta WP yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam SPT, maka harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku. Sanksi ini jelas tertera di dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b.Lalu, apa risiko bagi WP seperti yang dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (2) tersebut? Akan dikenakan sanksi administrasi. Tak tanggung-tanggung, sanksi administrasi tersebut berupa kenaikan denda sebesar 200 persen dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang bayar. Selain itu, atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (3) dan (4).Jika tak ingin membyar denda sebesar 200 persen dari harta yang tidak dan belum dilaporkan, ada baiknya WP mengikuti program pengampunan pajak ini. Selain nilai uang tebusan yang sangat ringan, beberapa keuntungan juga diperoleh oleh WP.
Harapan Baru
Disatu sisi kebijakan tax amnesty
ini memberikan keuntungan bagi wajib pajak dan masyarakat pada umumnya,
terlebih bagi perekonomian Indonesia. Mengapa? Karena bila kebijakan ini benar-benar
terealisasi sesuai dengan target pemerintah, maka akan terjadi arus uang masuk
ke Indonesia dengan jumlah yang sangat besar, baik dalam bentuk investasi
maupun saving. Berdasarkan data
Ditjen Pajak, sampai dengan awal pekan ini, jumlah harta yang dilaporkan dalam
program pengampunan pajak baru mencapai Rp 26,7 triliun. Harta itu
meliputi deklarasi dalam negeri sebesar
Rp 22,7 triliun, deklarasi luar negeri Rp 2,97 triliun dan repatriasi Rp 1,03
triliun. Alhasil, dari laporan tersebut, dana tebusan baru terkumpul Rp 544,8
miliar. Meskipun angka perolehan tersebut masih jauh dari harapan pemerintah yakni
sebesar Rp165 triliun (perolehan pajak dari Tax Amnesty). Namun demikian,
program tersebut masih terus berjalan sambil secara periodik dilakukan evaluasi.Namun apabila dilihat dari nilai
investasi dari kebijakan tax amnesty, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat
bahwa angka realisasi investasi triwulan pertama (periode Januari-Maret) tahun
2016 tercatat sebesar Rp146,5 triliun meningkat 17,6% dari periode sebelumnya
sebesar Rp124,6 triliun. Pencapaian realisasi investasi tersebut terdiri dari
penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp50,4 triliun, naik 18,6% dari
Rp42,5 triliun pada periode yang sama tahun 2015, dan penanaman modal asing
(PMA) sebesar Rp96,1 triliun, naik 17,1% dari Rp82,1 triliun pada periode yang
sama tahun 2015.Dari data tersebut, jika di lihat
dari aspek makro, tentu mempunyai nilai yang sangat berarti. Sebab nilai
investasi tersebut dapat berpengaruh terhadap perekonomian secara umum.
Wallahu ‘alam…
Oleh:
Zaim Mukaffi
No comments:
Post a Comment