Oleh: Zaim Mukaffi
Perkembangan Bank
Syariah mulai terasa sejak lahirnya UU No.7 tahun 1992 yang kemudian
dilakukannya amandemen UU No. 10 tahun 1998 yang dengan tegas mengakui
keberadaan dan berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank Islam.
Secara makro ekonomi, pengembangan bank syariah di Indonesia memiliki peluang besar karena peluang pasarnya yang luas sejurus dengan mayoritas penduduk Indonesia. Di dalam UU No. 10 tahun 1998 tidak menutup kemungkinan bagi pemilik bank negara, swasta nasional bahkan pihak asing sekalipun untuk membuka cabang syariahnya di Indonesia. Dengan begitu, berdirinya bank-bank baru yang berlandaskan prinsip syariah akan menambah semarak lembaga keuangan syariah yang telah ada seperti Bank Umum Syariah, BPR Syariah dan Batul Mal wa Tamwil (BMT).
Secara makro ekonomi, pengembangan bank syariah di Indonesia memiliki peluang besar karena peluang pasarnya yang luas sejurus dengan mayoritas penduduk Indonesia. Di dalam UU No. 10 tahun 1998 tidak menutup kemungkinan bagi pemilik bank negara, swasta nasional bahkan pihak asing sekalipun untuk membuka cabang syariahnya di Indonesia. Dengan begitu, berdirinya bank-bank baru yang berlandaskan prinsip syariah akan menambah semarak lembaga keuangan syariah yang telah ada seperti Bank Umum Syariah, BPR Syariah dan Batul Mal wa Tamwil (BMT).
Meningkatnya
persaingan antar lembaga keuangan syariah menjadikan bisnis perbankan syariah
mencari cara untuk mendiferensiasikan diri terhadap pesaingnya. Strategi yang
digunakan oleh sektor perbankan adalah berusaha menawarkan kualitas produk yang
dimilikinya dengan pelayanan yang baik dan pemasaran yang tepat di dalamnya.
Faktor pelayanan
nasabah merupakan salah
satu ujung tombak perusahaan dalam menjual produknya.
Banyak tidaknya jumlah nasabah serta volume
pembelian nasabah sangat
besar pengaruhnya dari
cara perusahaan melayani nasabah
tersebut. Hal ini terkait dengan harapan masyarakat bahwa mereka
berhubungan dengan bank yang aman, nyaman, dan mudah dalam melakukan transaksi.
Produk dan jasa yang ditawarkan pada dasarnya ditujukan untuk pemuasan nasabah
di dalam seluruh aktifitas keuangannya. Umumnya para nasabah bersifat terbuka
dan ada kecenderungan untuk minta dilayani dengan ramah, tepat pada sasaran dan
cepat (Sinungan:1994:18).
Islam
sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin
telah mengajarkan kepada kita tantang tata cara bersikap dan bertindak. Dalam
konteks dunia usaha, khususnya perbankan syariah, tentu kaidah tersebut sangat
penting untuk di lakukan karena terkait dengan salah satu fungsi perbankan
yakni kepuasan pelanggan/nasabah. Dalam QS. Ali Imron 159 Allah telah
berfirman:
“Maka disebabkan oleh rahmad Allah-lah kamu berlemah lembut
pada mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Oleh sebab itu, maafkanlah mereka, mohonkan
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian bila kamu sudah membulatkan tekad, maka bertawakal-lah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakka kepada-Nya”.
Dari
ayat tersebut, Allah mengajarkan kepada kita agar senantiasa bersikap lemah
lembut terhadap orang lain dan bukan berarti kita tidak boleh kasar (tegas)
dalam bertindak, namun dalam konteks pelayanan terhadap nasabah, maka perilaku
lemah lembut tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan
kepercayaan terhadap nasabah. Kepercayaan
merupakan pondasi dari bisnis. Menurut Moorman, Deshpande, dan Zaltman (2007),
kepercayaan (Trust) adalah kesediaan (willingness) individu untuk
menggantungkan dirinya pada pihak lain yang terlibat dalam pertukaran karena
individu mempunyai keyakinan (confidence)
kepada pihak lain tersebut.
Pentingnya Nasabah Bagi Perbankan
Bank sebagai lembaga keuangan yang tugasnya memberikan jasa keuangan melalui penitipan uang (simpanan),
peminjaman uang (kredit) serta jasa-jasa keuangan lainnya. Untuk itu, bank
harus dapat menjaga kepercayaan yang diberikan oleh nasabahnya. Kepercayaan
sangat penting dan tinggi nilainya, karena tanpa kepercayaan masyarakat
mustahil bank dapat hidup dan berkembang. Kasmir (2008 : 230) mengemukakan
bahwa nasabah adalah raja artinya seorang raja harus dipenuhi semua keinginan
dan kebutuhannya. Pelayanan yang diberikan harus seperti melayani seorang raja
dalam arti masih dalam batas-batas etika dan moral dengan tidak merendahkan
derajat bank atau derajat CS itu sendiri.
Kedatangan nasabah ke bank adalah ingin memenuhi hasrat
atau keinginannya agar terpenuhi, baik berupa informasi, pengisian aplikasi
atau keluhan-keluhan. Jadi tugas petugas CS adalah berusaha memenuhi keinginan
dan kebutuhan nasabah.
Nasabah merupakan sumber pendapatan utama bank dari
transaksi yang dilakukan oleh nasabahnya. Oleh karena itu, jika membiarkan
nasabah berarti menghilangkan pendapatan nasabah merupakan sumber-sumber
pendapatan yang harus dijaga. Menurut undang-undang No.10 tahun 1998 pasal 1
ayat 16 (2009 : 69) nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
Berdasarkan pengertian tersebut, menurut UU No. 10 tahun 1998 pasal 1 nasabah
terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :
1) Pasal 1 ayat 17 menyatakan
bahwa nasabah penyimpang adalah nasabah yang menempatkan danaya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
2) Pasal 1 ayat 18 menyatakan
bahwa nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip Syahriah atau dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Untuk lebih jelasnya Kasmir (2005 : 221) menguraikan sifat-sifat
nasabah yang harus dikenal agar mampu memberikan pelayanan yang baik, yaitu :
1)
Nasabah mau dianggap sebagai raja
2)
Karyawan bank harus menganggap nasabah adalah raja, artinya raja harus
dipenuhi semua keinginannya. Namun pelayanan yang diberikan masih dalam
batas-batas etika dan moral dengan tidak merendahkan derajat bank atau derajat
karyawan itu sendiri.
3)
Mau dipenuhi keinginan dan kebutuhannya
4)
Kedatangan nasabah ke bank adalah ingin memenuhi hasrat atau keinginannya,
baik berupa informasi, pengisian aplikasi atau keluhan-keluhan.
5)
Tidak mau didebat dan tidak mau disinggung
6)
Sudah merupakan hukum alam bahwa nasabah paling tidak suka dibantah atau
didebat. Usaha setiap pelayanan dilakukan melalui diskusi yang santai dan
rileks. Pandai-pandailah mengemukakan pendapat sehingga nasabah tidak
tersinggung.
7)
Nasabah mau diperhatikan
8)
Nasabah yang datang ke bank pada hakikatnya ingin memperoleh perhatian.
Jangan sekali-kali menyepelekan atau membiarkan nasabah, berikan perhatian
secara penuh sehingga nasabah benar-benar diperhatikan.
9)
Nasabah merupakan sumber pendapat bank
10) Pendapatan utama bank adalah
dari transaksi yang dilakukan oleh nasabahnya. Oleh karena itu, jika membiarkan
nasabah berarti menghilangkan pendapatan. Nasabah merupakan sumber pendapatan yang harus dijaga
Kepuasan Nasabah
Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan. Tse dan Wilton dalam Tjiptono, (2001: 24) menyatakan
bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap
evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation)
yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan
kinerja aktual suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman
konsumsi suatu produk atau jasa. Engel et al. dalam Tjiptono, (2001: 24),
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Sedangkan Kotler (2005)
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya.
Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan
kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila
kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Pengertian ini didasarkan
pada disconfirmation paradigm dari
Oliver, Engel et al. Dalam Tjiptono, (2001: 24). Harapan pelanggan dapat
dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan
informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama,
kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang
perusahaan.
Kepuasan pelanggan adalah
teoritis penting serta masalah praktis bagi sebagian besar pemasar dan peneliti
konsumen (Gill, 2006:405) Pentingnya kepuasan pelanggan dalam pengembangan
strategi untuk "berorientasi pasar" dan "fokus pelanggan" perusahaan
tidak bisa dianggap remeh (Kohli & Jaworski: 2008:18) Jadi, kepuasan
menjadi tujuan perusahaan karena semakin banyak perusahaan berusaha untuk
berkualitas dalam produk dan jasa (Bitner, and Hubbert:1994:92).
Sedangkan dari sisi nasabah, konteks kepuasan merupakan
keinginan nasabah terhadap kepuasan layanan yang diberikan oleh pihak perbankan
syariah. Menurut Muhammad (2004:225) keinginan nasabah terhadap pelayanan
perbankan pada umumnya adalah:
1.
Tersenyum kepadanya
2.
Disapa dengan ramah
3.
Disebut namanya saat berkomunikasi
4.
Ingin benar-benar dipahami
5.
Penjelasan sesuai denga apa yang diinginkan.
6.
Tidak memberi perhatian pada hal-hal lain.
7.
Cepat, tanggap dan akurat
8.
Hal istimewa baginya menjadi pujian
9.
Penjelasan pasti mengapa menunggu
10.
Tidak disalahkan atau didebat
11.
Penjelasan logis bila terjadi penolakan
12.
Ucapan terima kasih dan kesan akhir yang manis
13.
Banking hall yang bersih dan nyaman
14.
Tempat parkir yang luas dan mudah
Telaah QS. Ali Imron Ayat 156 terhadap Kepuasan Nasabah
Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan
mereka, maka perbankan syariah harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat
menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanannya. Hasil penelitian yang
dilakukan Berry dan kawan-kawan seperti dikutip Payne (2000) faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan dapat diidentifikasi dalam lima aspek kunci
yakni, Faktor fisik (tangibles), Reliabilitas
(reliability), Daya tanggap (responsibility), Jaminan (assurances dan Empati (emphaty).
Dalam Islam, 5 (lima) aspek kunci pelayanan yang diterapkan oleh barat
tersebut sudah jauh hari di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW, yakni Siddiq, amanah, istiqomah, fathonah dan tablig. Dari 5 (lima) cara yang
diajarkan tersebut menjadikan Nabi SAW sukses dalam berdakwah dan berdagang (Sulfiantono,
2006:27). Atas sikap dan perilaku tersebut membuat para jamaah dan pembeli
merasa mendapatkan jaminan dan kepuasan. Interaksi inilah yang kemudian
menjadikan gelar Al-Amin bagi Nabi
SAW. Disamping itu, beliau juga sangat peduli dan berempati kepada setiap
orang, tidak hanya umat islam saja namun juga kepada bangsa Quraisy, pun
terhadap orang-orang yang menyakitinya. Seperti contoh ketika beliau hendak
berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh, ditengah perjalanan menuju
masjid beliau diludahi dan bahkan dilempari dengan batu, suatu hari ketika si fulan tersebut tidak
menyakiti/menggagu nabi lagi maka Nabi SAW menanyakan kepada para sahabat
tentang si fulan tersebut. Salah satu
sahabat mengatakan bahwa si fulan
sedang sakit. Bukannya Nabi SAW bahagia tetapi langsung beranjak pulang kemudian
membawa kurma dan gandum untuk dibawa ke rumah si fulan. Sungguh luar biasa sikap dan perilaku Nabi SAW.
Itulah kerterkaitan sikap Nabi SAW dengan QS. Ali Imran 169 yakni sikap
lemah lembut.
“Maka disebabkan oleh rahmad Allah-lah kamu berlemah lembut
pada mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Keterkaitan dengan kepuasan nasabah tidak lain adalah bagaimana nasabah
memperoleh kepuasan atas pelayanan pihak perbankan syariah. Konsep pelayanan
dengan hati (Service by heart) yang
dikenalkan perbankan syariah yang meliputi mendengarkan nasabah, mengucapkan
dengan santun, berempati dan melayani keluh kesah merupakan seni yang
dikedepankan sebagai bagian dari kualitas pelayanan kepada nasabah. Upaya
inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pengembangan sumberdaya manusia
yang dimiliki oleh perbankan syariah. Konsep itulah yang secara implisit
terkandung dalam QS. Ali Imran 169 yakni lemah lembut terhadap orang lain.
Wallahu a’lam
Daftar Pustaka
Al-Qur’anul Karim
Bitner, M. J. and
Hubbert, A. R. Encounter Satisfaction versus Overall Satisfaction versus
Quality, in Service Quality: New Directions in Theory and Practice, R. T. Rust
& R.L. Oliver [Eds.]. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, 72-94, 1994.
Gill,
Amarjit S.; Flaschner, Alan B.; Shachar, Mickey. “Factors that Affect The Trust
Of Business Clients in Their Banks”. International Journal of Bank Marketing,
24 (6): 384 – 405, 2006
Johnson Michael D., Gustafsson Anders, Andreassen T.W., Lervick L., Cha
J., The Evolution and Future of National Customer Satisfaction Index Models.
Journal of Economic Psychology. 22: 217-245, 2000
Kohli A. K., and Jaworski B. J. “Market
Orientation: The Construct, Research Propositions, and
Managerial Implications”. Journal of
Marketing, 54 (2): 1-18, 1990
Kotler,
Philip. 2001. Manajemen
Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian di Indonesia.
Alih Bahasa oleh Anitawati. Jakarta : Penerbit Salemba
Kotler,
Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Jakarta:
PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Muhammad. 2004. Metodologi Penelitian
Pemikiran Ekonomi Islam.edisi Pertama. Cetakan ke Dua. Yokyakarta.
Penerbit: EKONOSIA.
Sinungan, Muchdarsyah. 1994.Strategi Manajemen Bank. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sulfiantono, Arif. 2006. Al-Quran dan Kepuasan Pelanggan Bank Syariah
(Suatu Kajian berdasarkan Tafsir Al-Quran). Unpublished.
UIN Jogjakarta. Hal. 37.
Tjiptono, Fandy, 2006. Strategi Pemasaran, Penerbit Andi:
Yogyakarta.
Tjiptono dan Chandra. (2005). Service
Quality and Satisfaction. Edisi 2. Andi, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Wolfgang Ulaga, and Andreas Eggert,
“Relationship Value and Relationship Quality: Broadening the Nomological
Network of Business-to-Business Relationships, European Journal of Marketing, 40 (3/4): 311-327, 2006.
Yu-Hui Fang and Chao-Min Chiu, “Understanding
Customers’ Satisfaction and Repurchase Intentions: An Integration of IS Success
Model, Trust and Justice”, Internet
Research, 21 (4): 479-503, 2011.
No comments:
Post a Comment