Thursday, August 10, 2017

Privatisasi dan Restrukturisasi BUMN



PENDAHULUAN   
Para pendiri bangsa sejak awal telah menyadari bahwa Indonesia sebagai kolektifitas politik saat ini belum memiliki modal yang cukupuntuk melaksanakan pembangunan  ekonomi, sehingga pemikiran ini ditampung dalam Pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 2 yang menyatakan bahwa
: “Cabang-cabang yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Secara eksplisit ayat ini menyatakan bahwa negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi selama substansi Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 tersebut masih ada dalam konstitusi, maka selama itu pula keterlibatan pemerintah (termasuk Badan Usaha Milik Negara atau BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap ada. (Subiyantoro,2004:547)
BUMN merupakan salah satu alat kebijakn pemerintah dalam mengatur kehidupan perekonomian suatu Negara. Intervensi pemeerintah dalam perekonomian melalui kepemilikan BUMN disebabkan oleh kegagalan mekanisme pasaruntu mencapai alokasi sumber daya secara optimal karena adanya monopoli dan eksternalitas, dan penyediaan barang public(public goods), yang pelaksanaanya hanya bisa dilakukan oleh Negara (Soeharto, 1996:6).
Selain itu BUMN dilahirkan sebagai salah satu tulang punggung perekonomian diharapkan mampu memberikan kontribusi positip terhadap pemerintah dalam bentuk deviden, pajak dan menciptakan kesempatan kerja. Oleh karena itu, pemerintah sangat berkepentingan terhadap terwujudnya kesehatan BUMN yang baik , walaupun dalam kenyataannya banyak BUMN yang merugi. Penyebab utama kerugian dibanyak BUMN antara lain karena pengelolahan yang tidak professional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan, serta tidak transparan. Padahal dalam era globalisasi dan pasar bebas, peningkatan daya saing memaksa manajemen BUMN untuk melakukan kebijakn strategis dalam rangka menciptakan efesiensi perusahaan. Upaya-upaya yang dilakukan diantaranya melalui restrukturisasi usah pengurangan jumlah karyawan, system pengendalian manajemen, dan beberapa kebijakan strategis lainnya. Salah satu alternative untuk menciptakan efesiensi dan menumbuhkan daya saing perusahaan adalah dengan melakuakn penjualan sebagian kepemilikan  atau pengalihan kendali kepada phak swasta melalui program privatisasi.             
Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN

1.1.   Restrukturisasi BUMN
Restrukturisasi adalah upaya untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan BUMN melalui perjalanan fokus bisnis, perbaikan skala usaha dan penciptaan core competence. Dengan demikian restrukturisasi merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan perusahaan dan mengembangkan kinerja perusahaan untuk mendapatkan laba.
Selama ini kinerja dan kondisi BUMN Indonesia masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan maupun penyehatan. BUMN masih harus terus diberdayakan sehingga akan memberikan manfaat yang maksimal bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Sebenarnya tujuan BUMN untuk lebih diberdayakan adalah:
a.       Untuk lebih mengoptimalkan aset negara yang dikuasai untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya, melalui konsep yang telah dicetuskan yaitu restrukturisasi dan privatisasi dala arti yang seluas-luasnya.
b.      Untuk meningkatkan perannya sebagai pendukung perekonomian nasional yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap APBN, baik dalam bentuk pajak maupun deviden.
c.       Agar mampu berperan sebagai sarana dan prasarana untuk membangun sumber daya manusia Indonesia, yang berjiwa kepemimpinan untuk membawa dunia usaha nasional menuju keberhasilan.
d.      Sebagai kekuatan penyeimbang kekuatan ekonomi, melalui peranannya dalam melakukan berbagai aliansi baik dalam tingkat nasional maupn tingkat global, termasuk menciptakan kemitraan dengan pengusaha kecil, pengusaha menengah maupun koperasi.
1.1.1.      Peranan Restrukturisasi
Restrukturisasi dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan privatisasi BUMN. Langkah restrukturisasi ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN dalam rangka menarik minat calon pembeli agar tertarik untuk membeli dan menguasai saham perusahaan tersebut. Apabila kinerja perusahaan-perusahaan itu membaik dengan restrukturisasi maka diharapkan proses privatisasi sejumlah BUMN dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
1.1.2.      Langkah-langkah Restrukturisasi
Langkah-langkah untuk melakukan restrukturisasi yang ditempuh oleh pemerintah dilakukan dengan berbagai cara, yaitu antara lain dengan menciptakan sistem baku yang biasa berlaku didunia korporasi, yang mencakup pennyehatan posisi manajemen perusahaan melalui peningkataan profesionalisme baik dijajaran direksi maupun komisaris serta menyerahkan kegiatan pengelolaan perusahaan seluas-luasnya kepada pihak manajemen dengan mengurangi sampai sekecil mungkin keterlibatan birokrasi pemerintah dalam perusahaan.
Disamping memperkuat posisi manajemen, upaya pemerintah untuk menstrukturisasi BUMN juga ditempuh melalui konsolidasi usaha, merger dan apabila terpaksa maka pemerintah akan melakukan likuidasi BUMN yang tidak munkin dapat diselamatkan lagi. Selain itu program restrukturisasi juga dilakukan dengan berbagai upaya, seperti peningkatan kinerja keuangan, pengurangan birokrasi dan campur tangan pemerintah, pemberian wewenang yang lebih luas kepada pihak manajemen untuk mengelola perusahaan, memotong jalur KKN yang banyak menggrogoti BUMN dan melakukan refokus terhadap BUMN yang sejenis. Upaya yang termasuk didalamnya adalah dengan mengganti beberapa direksi yang tidak capable ataupun dewan komisaris yang ex officio. Dengan masuknya orang-orang baru maka diharapkan dapat membawa angin baru sehingga akan dapat meningkatkan kinerja BUMN sebagai perusahaan yang kompetitif. Langkah-langkah restrukturisasi tersebut diusahakan untu dapat mengarah pada privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN.
Sesuai dengan masterplan reformasi BUMN, pemerintah telah mengambil langkah-langkah restrukturisasi yang ditempatkan dalam 3 kategori :
a.       Langkah-langkah pemerintah untuk memperbaiki dunia usaha
b.      Langkah-langkah pemerintah dalam mengatur hubungan antara BUMN dan pemerintah
c.       Langkah-langkah diantara persero tersebut.

1.1.3.      Tidakan-tindakan Pemerintah Merestrukturisasi BUMN
Kebijakan pemerintah dalam resktrukturisasi BUMN di dorong oleh factor internal dan eksternal.faktor internal adalah kondisi organisasi dan kinerja BUMN itu sendiri dan kondisi keuangan Negara yang tidak menggembirakan.edangkan factor eksternal yang menjadi pendorong restrukturisasi BUMN adalah pendirian dan aktivitas organisasi bisnis internasional serta regional yang menetapkan prinsip-prinsip pasar bebas dalam bisnis global.
Secara praktis tujuan restrukturisasi BUMN adalah untuk meningkatkan kinerja BUMN sebagai pelaku ekonomi dalam menghadapi kompitisi dalam era globalisasi yang bercirikan mekanisme pasar bebas.khusus privatisasi BUMN memiliki tujuan praktis yang lain yaitu pemasukan dana segar dari investor (masyarakat) dalam upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN tersebut.
Dalam buku (Ery riyana hardjapamekas, Dirut PT timah media Indonesia tanggal 24 agustus 1998,hal 6): Program privatisasi sebagai salah satu bentuk restrukturisasi BUMN merupakan saran pemerintah untuk mencapai tujuan seperti berikut
a.       Mengurangi beban keuangan Negara dalam bentuk penambahan penyertaan modal pemerintah maupun subsidi.
b.      Menghimpun dana dari penjualan saham BUMN dan menggunakan hasilnya baik untuk mengurangi utang luar negeri pemerintah yang berbunga tinggi.dan menutup deficit.
c.       Menugkatkan pengawasan dan memperbaiki efisiensi dan produktivitas BUMN di maksud melalui pengawasan masyarakat.
d.      Turut mengembangkan pasar modal, membuka peluang investasi portofolio bagi pasar investor dan memperluas pemilikan saham BUMN di masyarakat bila mana privatisasi BUMN tersebut di lakukan penawaran umum saham di bursa efek.
Kondisi-kondisi perseroan yang menghambat dan memperburuk keuangan pemerintah berusaha diatasi dengan merestrukturisasi BUMN tersebut. Oleh karena itu, pemerintah mengambil tindakan-tindakan kebijakan ssebagai berikut:
a.       Percepatan langkah restrukturisasi dan privatisasi dari semula kurang dari satu BUMN per tahun menjadi sebanyak 12 BUMN di tahun 1998/1999.
b.      Memperbanyak metode reformasi tidak hanya terbatas pada penjualan saham minoritas melalui Initial Public Offering (IPO) seperti yang lazim dilakukan.
c.       Memindahkan tangggung jawab reformasi dan manajemen yang pada awalnya di Departemen Teknis ke Departemen Keuangan dan sekarang  ke Kator Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Badan Pengelola BUMN melalui PP No. 12 dan 13 diikuti dengan PP No. 50 dan 64 tahun 1998.
Untuk mendukug tindakan-tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut, maka pemerintah khususnya Departemen Teknis dan Kentor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN berupaya untuk:
a.       Merancang atau memperbaiki pengaturan regulasi.
b.      Menetapkan kebijaksanaan sector yang jelas dan kondusif bagi investasi.
c.       Pemiliha metode restrukturisasi dan privatisasi terbaik serta pemilihan para pembeli yang terbaik.
1.2.   Privatisasi BUMN
Privatisasi merupakan peningkatan penyebaran kepemilikan kepada masyarakat umum dan swasta asing maupun domestic untuk akses pendanaan, pasar, teknologi, serta kapabilitas untuk bersaing di tingkat dunia. Privaatisasi telah menjadi model pembenaan manajemen BUMN di berbagai negara dan privatisasi ini bahkan sering kali dipandang sebagai alat yang efektif dan mendorong pesaing pasar dan terutama untuk mencegah intervensi birokrasi pemerintah maupun proteksi pemerintah. Ide utama dari gagasan ini adalah seharusnya pemerintah tidak melakukan kegiatan yang erat kaitannya dengan bisnis.
Bisnis merupakan kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan politik dan menjadi fasilitator berbagai kegiatan, termasuk didalamnya kegiatan ekonomi dan tidak boleh menjadi pemilik maupun pengelolannya.
Studi yang dilakukan World Bank menunjukkan fenomena-fenomena atau fakta-fakta tersebut (1997), yaitu antara lain:
1.      Kebanyakan BUMN menyedot anggaran pemerintah yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk pelayanan sosial.
2.      Kebanyakan BUMN mengambil kredit untuk infestasi yang tidak tepat.
3.      Kebanyakan BUMN lebih polutif dari pada industry swasta.
4.      Kabanyakan perbaikan BUMN menghasilkan manfaat dalam mengurangi deficit fiscal (World Bank, 1997, 1-2)
Dalam perspektif historis, privatisasi bersumber dari mahzab ekonomi klasik yang dikembangkan oleh Adam Smith. Dalam bukunya “ An Inqury the Nature and Causes the Wealth of Nation”(1776) Smith antara lain mengemukakan bahwa upaya murni dari individu untuk memperbaiki kehidupan adalah saat menggunakan kemampuan secara bebas dengan penuh kekuatan berusaha sendiri tanpa bantuan. Upaya tersebut tidak saja mampu membaewa masyarakat menuju kemakmuran tetapi juga akan dapat mengatasi berbagai penyimpangan dari peraturan yang dibuat manusia dan pelaksanaanya sering membebani(Smith 1981:508).
Dalam kaitannya dengan penyediaan layanan public, Smith mengatakan bahwa pelayanan publik tidak akan lebih baik apabila dikaitkan dengan upah yan diterima hanya sebagai imbalan dari kinerja yang ditampilkan (Smith, 1981:678). Smith mengemukakan pula kritiknya terhadap peran monopolist tang akan menganggu mekanisme pasar, dan tidak dapat menggunakan sumber daya secara optimal.
Pemikiran Adam Smith dilanjutkan oleh aliran ekonomi neoklasik yang mengharuskan negar agar lebih focus kepada pasar. Intervensi dilakukan secara terukur dan terkontrol, serta dibatasi hanya jika tidak terjadi kegagalan pasar(market failure). Guna mendorong  berkembangnya sector swasta, Negara harus menyiapkan kebijakan fiskan, mneter, nilai tukar, dan kebijakan perdagangan internasional yang terpadu. Negara dituntut untuk dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang stabil sehingga mampu mendorong iklim investasi. Dalam hal pemberian layanan public, Negara hanya berkewajiaban menyediakan layanan public yang murni seperti hokum, pertahanan keamanan, dan infrasruktur pembangunan(Islam,1994:95).
Definisi privatisasi telah dikemukakan pula oleh beberapa penulis antara lain Kay dan Thompson (1975:2) yang mengemukakan bahwa privatisasi merupakan terminology yang mencakup perubahan hubungan pemerintah dengan sector swasta.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara mendefinisikan privtisasi adalah penjualan saham persero baik sebagian ataupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi Negara  dan masyarakat serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Perubahan peran pemerintah dari pemilik dan pelaksan, menjadi regulator dan fasilitator kebijakan(Mardjana, 1993:4) serta penetapan sasaran nasional maupun sektoral. Para pengelolah bertanggung jawab kepada pemilik baru, yang diharapkan mampu mencapai sasaran perusahaan dalam rangka regulasi perdagangan, persaingan, keselamatan kerja, dan peraturan lainnya yang ditetpkan pemerintah.
Dalam studi lain, Savaz dalam Privatization, the Key to Better Government (1987:26-27) menyatakan bahwa privatisasi lebih merupakan kegiatan politis daripada ekonomi. Oleh karena itu menurut Savaz ada empat (4) syarat untu melakukan privatisasi yaitu:
1.      Pemerintah harus tetap mendorong berfungsinya mekanisme pasardan mendukung serta meningkatkan supply barang dan pelayanan yang telah ada. Secara bertahap pemerintah meninggalkan peranannya dalam kegiatan sektorial, secara parsial, atau secara keseluruhan.
2.      Apabila keterlibatan pemerintah masih dibutuhkan, maka peranannya tersebut harus dikurangi melalui proses penyerahan kepada swasta.
3.      Harus ada transparansi biaya public yang dibelanjakan oleh pemerintah, sehingga dapat dicarikan alternative system penggantiannya.
4.      System kompetisi segera diterapkan dan didukung dengan penghapusan monopoli pemerintah.
1.2.1.      Kebijakan Privatisasi
Pelaksanaan privatisasi dapat lebbih efektif apabila disertai sikap wirausaha(entrepreneurship) dari para birokrat. Konsep wirausaha diperlukan agar para birokratmempunyai sikap dan jiwa sebagai pelaksana usaha niaga yang bergerak melalui organisasi public. Dengan demikian dana yang terbatas dapat dimanfaatkan secara maksimal, serta tidak terbuang sebagaimana umumnya terjadi dalam organisasi public (Hugbes,1994:6).
Purwoko (2002) mengemukakan bahwa privatisasi BUMN dapat ditempuh melalui beberapa metode yaitu:
a.       Strategi privatisasi melalui pasar modal
b.      Privatisasi melalui penempatan swasta oleh investordalam negeri dengan penyertaan dibawah 50%
c.       Privatisasi melalui penempatan swasta oleh investordalam negeri dengan penyertaan diatas 50%
d.      Penempatan swasta oleh investor asing dengan penyertaan dibawah 50%
e.       Penempatan swasta oleh investor dari luar negeri dengan penyertaan diatas 50%.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam program privatisasi antara lain:
a.       Pembentukan kelembagaan(Institution Building): untuk melaksanakan beberapa deregulasi dan membangun kerangka kerja untuk menjamin pelaksanaan program privatisasi
b.      Keseimbangan Pergeseran(Balance shifting) : kebijakan privatisasi dilakukan secara bertahap  dengan memperhatikan keseimbangan pergeseran peran pemerintah.
c.       Kekaburan Batasan(Boundary Bluring): argument yang logis dari kebijakan privatisasi harus dapat diberikan secara jelas dan terarah.
d.      Kontekstual privatisasi (contextual privatization) : privatisasi harus disesuaikan dengan factor kontekstual seperti deregulasi,liberalisasi pasar, dan kondisi ekonomi politik suatau Negara agar tidaka terjadi kegagalan.
Untuk kasus di Indonesia, saat ini privatisasi BUMN lebih ditunjukkan untuk mengurangi baban sector public, mengurangi besarnya subsidi yang ditanggung pemerintah, dan untuk mendapatkan popularitas politis. Proses privatisasi yang dilakukan pemerintah mengindikasikan adanya kegagalan pasar(market failure). Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa fungsi yang melakukan intervensi terhadap proses privatisasi, informasi pasar yang kurang sempurna (asymmetry), dan beberapa asumsi dasar pasar persaingan tidak sempurna tidak berjalan.
Kegagalan pasar terkait dengan privatisasi BUMN antara lain ditandai dengan:
a.       Inneficiency : meski pemerintah telah melakukan privatisasi namun kinerja BUMN belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
b.      Assymetric information : informasi kurang sempurna, sehingga fungsi permintaan dan penawaran tidak berjalan sempurna.
c.       Social Cost : biaya social privatisasi relative tinggi, sehingga pada gilirannya mendorong pihak swasta untuk memperhatikan dimensi social dari pengoperasian badan usaha yang bersangkutan.
d.      Intervensi pemerintah : tarik menarik kepentingan politik dan intervensi dari pihak pemerintah pada gilirannya dapat mempengaruhi posisis keseimbangan perekonomian.
Oleh karena itulah kebijakan privatisasi dilakukan dengan tujuan antara lain :
1.      Memberikan kontribusi financial kepada Negara dan BUMN
2.      Mempercepat penerapan prinsip good corperate govermance
3.      Membukan peluang akses ke pasar Internasional dan alih teknologi
4.      Menularkan (transfer) best practices (praktik yang baik) ke BUMN lainnya.
Arah kebijakan privatisasi diklasifikasikan berdasarkan 3 (tiga) struktur industry yaitu:
1.      Untuk BUMN yang industrinya kompetitif dilakukan Initial Public Offering (IPO) atau strategic sales
2.      Untuk BUMN yang industrynya sudah sunset dilakukan divestasi.
3.      Untuk BUMN yang usahanya bersifat natural resources base tetap dipertahankan sebagai BUMN.
1.2.2.      Privatisasi dan Kinerja Perusahaan
Perbedaan kinerja perusahaan milik Negara dengan milik swasta merupakan dasar pertimbangan mengapa penelitian terkait dengan kinerja perusahaan pasca privatisasi menarik untuk diteliti. Berbagai penelitian yang menganalisis tentang dampak privatisasi terhadap kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang beragam. Sebagian besar penelitian dapat membuktikan bahwa privatisasi dapat meningkatkan kinerja perusahaan milik Negara. Privatisasi mampu meningkatkan kinerja, karena memberikan insentif perbaikan manajemen dan tata kelolah perusahaan yang baik.
Cuervo dan Villalonga (2000:584-588) mengemukakan hasil penelitian-nya bahwa privatisasi mampu meningkatkan kinerja perusahaan melalui perubahan-perubahan pada organisasi. Menurutnya terdapat lima (5) proposisi privatisasi dapat meningkatkan kinerja perusahaan yaitu:
1.      Privatisasi menyebabkan peningkatan kinrja yang lebih tinggi jika tidak terjadi pergantian manajemen puncak pada perusahaan  yang diprivatisasi.
2.      Penggantian manajemen puncak pada perusahaan yang di privatisasi lebih mungkin terjadi apabila pemilik yang baru berasal dari luar perusahaan, intervensi politik relative rendah, manajer puncak tidak digantikan karena privatisasi, dan pasar modal memainkan peram control secara efektif.
3.      Privatisasi mendorong perusahaan membuat skema insentif dan mekanisme control yang lebih didasarkan pada outcomebased dan market based.
4.      Skema insentif dan tujuan perusahaan  yang diprivatisasi akan mendorong peningkatan kinerja.
5.      Privatisasi mendorong perusahaan  untuk menerapakan struktur organisasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih berorientasi kepada konsumen.
Kelima proporsi tersebut memberikan gambaran bahwa privatisasi dapat memberikan dorongan terhadapa pergantian dan revitalisasi manajemen, pelaksanaan good corporate govarmance, perubahan tujuan, insentif dan pengendalian serta strategi, struktur dan budaya organisasi untuk memperoleh kinerja perusahaan yang lebih baik pasca privatisasi.
1.2.3.      Pro dan Kontra Terhadap Privatisasi
Terdapat berbagai pendapat tentang program privatisasi.pertimbangan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi adalah:
1)      Organisasi pemerintah di anggap sudah terlalu besar sehingga menjadi lamban,oleh karena itu organisasi pemerintah harus di kurangi,kegiatan pada fungsi lain seyogyanya dapat di lakukan swasta agar ndi lepaskan oleh pemerintah.
2)      Privatisasi berarti mengembalikan tugas pemerintahn yang sebenarnya sebagai pengendali Negara bukan sebagai pelaksana.
3)      Privatisasi akan memberikan manfaat bagi konsumen karena perusahaan yang di miliki oleh swasta memiliki insentif yang besar untuk memproduksi dalam jumlah dan kualitas di harapkan.
4)      Privatisasi akan merangsang kompetisi yang akan menuju kepada efisiensi dan meningkatkan produktivitasnya.
5)      Privatisasi BUMN akan membantu pemerintah mendapatkan dana segar untuk membangun infrastuktur yang di perlukan masyarakat.
6)      Terdapat anggapan bahwa campur tangan pegawai pemerintah dan politikus akan mengurangi otonom manajemen BUMN.
Sedangkan kontra terhadap privatisasi mengumumakan alas an-alasan yang seperti di ungkapkan yair ahoroni sebagai berikut:
1)      Penjualan saham BUMN kinerjanya positif.berarti pemerintah bertindak merugikan Negara.
2)      Pemerintah kehilangan pendapatan dari keuntungan dan pajak yang berasal dari BUMN.
3)      Foktor efisiensi BUMN bukan di tentukan oleh kepemilikan perusahaan sehingga alas an penjualan saham/asset kepada swasta dengan tujuan agar BUMN efisien adalah tidak relavan.
4)      De-nasionalisasi merupakan tindakan yang tidak tepat ketika sebagai besar industry dalam keadaan resesi.
5)      De-nasionalisasi akan merusak jaringan kerjasama antar BUMN dalam system subsidi silang pemerintah.
1.2.4.      Model-model Privatisasi BUMN
a.       Pada tahun 1988 terbit Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1988 yang dijabarkan lebih lanjut dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 740 dan 741 tahun 1989, yang menekankan tentang perlunya kinerja BUMN yang lebih baik. Kedua peraturan tersebut mengakui penggunaan alat-alat untuk memperbaii kinerja BUMN yaitu antara lain: restrukturisasi, pelaksanaan kerja sama operasi atau joint operation, penggabungan usaha atau merger dan bentuk-bentuk lainnya dari partisipasi swasta termasuk penawaran saham kepada masyarakat maupun swasta dan penempatan langsung (direct placement) atau trade sales. Dalam peraturan ini privatisasi belum diakui sebagai alat untuk memperbaiki kinerja BUMN. Namun beberapa tindakan yang mengarah ke privatisasi telah dilakukan yaitu seperti perubahan status dari beberapa BUMN misalnya dari perum menjadi persero dan beberapa penggabungan usaha.
b.      Selama delapan tahun berikutnya setelah keluarnya dua peraturan tersebut, banyak saham-saham minoritas perusahaan BUMN yang ditawarkan baik di BEJ maupun di BES bahkan di NYES dan LSE. Saham-saham BUMN yang dikuasai oleh pemerintah akan diperlukan kepemilikannya kepada masyarakat maupun pihak swwasta dengan cara:
1)      Penggunaan pasar umum di pasar modal.
2)      Penjualan saham secara direct placement kepada penusaha-pengusaha baru untuk mengurangi konsentrasi kepemilikan perusahaan. Prosedur yang digunakan adalah dengan short list yaitu preferensi akan diberikan kepada pendatang baru.
3)      Penjualan saham kepada pihak-pihak yang tidak dominan dalam satu sector tertentu untuk mendorong terjadinya persaingan.
4)      Menempatkan sebagian saham-saham pemerintah ke dalam suatu Privatisation Trust Fund yang dimiliki oleh pemerintah tetapi dikelola secara professional, untuk kemudian dijual kepada public yang lebih luas.
5)      Mendorong Manajement By-Out dan kepemilikan saham-saham pemerintah oleh karyawan BUMN yang bersangkutan. Yang terakhir dapat meliputi diskon harga saham dan atau pembayaran saham yang ditunda.
6)      Rencana-rencana juga akan dikembangkan untuk pembentukan sebuah National Unit Trust yang asetnya akan terdiri atas saham-saham perusahaan BUMN yang baru diprivatisasi.
1.3.   Kasus BUMN di China
China adalah negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yaitu sekitar 9%-10% setiap tahunnya setidaknya dalam 5 tahun terakhir ini. Di balik tingginya angka pertumbuhan ekonomi tersebut, ternyata peran BUMN China cukup dominan. Jurnal Far Eastern Economic Review (FEER) terbitan Oktober 2006 lalu menurunkan artikel Hofman dan Kuijs, ekonom Bank Dunia di Beijing. Dalam tulisannya, Hofman dan Kuijs menyatakan bahwa BUMN China memegang peran yang signifikan dalam perekonomian China, khususnya BUMN yang bergerak di sektor padat modal seperti industri berat.
State-owned Assets Supervision and Administration Commission (SASAC) melaporkan bahwa dalam tujuh bulan pertama 2006 ini, laba BUMN China mencapai 497 miliar yuan ($63 miliar), naik sebesar 15,2% dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan China menunjukkan bahwa laba dari seluruh BUMN China pada tahun 2005 mencapai 905 miliar yuan ($114 miliar), meningkat 25% dari tahun 2004.
Sedangkan berdasarkan survei dari National Bureau of Statistics (BPS-nya China) menunjukkan kontribusi BUMN China yang mengalami kerugian menurun, yaitu dari sekitar 40% lebih di tahun 1998 menjadi kurang dari 35% di tahun 2004, dengan angka kerugian dari 115 miliar yuan ($15 miliar) di tahun 1998 menjadi sebesar 66 miliar yuan ($8 miliar) di tahun 2004. Laba dari BUMN penghasil laba juga meningkat, yaitu dari 52 miliar yuan ($6,6 miliar) di tahun 1998 menjadi 531 miliar yuan ($67 miliar) di tahun 2004. Departemen Keuangan China juga mencatat bahwa subsidi untuk BUMN rugi juga terus mengalami penurunan dan sekarang tinggal 20 miliar yuan ($2,5 miliar), atau hanya 2% dari total keuntungan laba BUMN China. Peningkatan kinerja BUMN China tersebut membuktikan bahwa restrukturisasi telah membawa hasil positif bagi BUMN di China.
1.3.1.      Pelajaran dari China
Pemerintah China memang sedang gencar melakukan restrukturisasi atas BUMNBUMN-nya. Tercatat, pada tahun 2002, sekitar 86% dari sekitar 87.000 BUMN yang telah dilakukan restrukturisasi, 70%-nya dilakukan privatisasi baik secara parsial maupun secara penuh, 10% dilikuidasi, dan 20% dilakukan merger/konsolidasi dengan BUMN lainnya. Konsekuensi dari langkah ini, BUMN pun melakukan pemangkasan tenaga kerja (layoff).
Tercatat, antara 1998-2005, sekitar 35 juta pekerja BUMN kehilangan pekerjaan. Tetapi, restrukturisasi BUMN ini menghasilkan peningkatan kinerja BUMN China.
Terdapat beberapa kasus yang menarik dari proses restrukturisasi BUMN di China sehingga bisa sukses. Pertama, pemerintah China memiliki komitmen kuat terhadap BUMN-nya. China adalah negara dengan sistem politik komunis. Biasanya, negara dengan sistem politik komunis, pengaruh intervensi politik terhadap BUMN-nya akan sangat kuat. Namun, China ternyata bisa memisahkan antara urusan politik dengan ekonomi. Sistem politik China memang komunisme, tetapi sistem ekonominya kapitalis.  Untuk mencegah intervensi politik ke BUMN, pemerintah China membentuk SASAC yang independen (semacam Temasek) pada Maret 2003. SASAC inilah yang mengendalikan sekitar 127.000 BUMN (posisi tahun 2005). Uniknya, SASAC diberi mandat untuk mengelola portofolio BUMN tanpa terikat harus menyetorkan dana hasil dividen ataupun privatisasi BUMN kepada pemerintah. SASAC memiliki keleluasaan atas penggunaan dana hasil dividen ataupun privatisasi BUMN, yang biasanya digunakan untuk kepentingan investasi BUMN yang dikelola SASAC.
Baru belakangan ini, pemerintah China meminta SASAC agar menyetorkan dividen. Pemerintah China meminta SASAC agar pada tahun 2007, SASAC menyetor dividen. Tujuannya, selain untuk membiayai kebutuhan publik dan pengembangan industri, juga diarahkan untuk membatasi investasi BUMN yang dinilai overinvestment. Seperti penulis sebut di atas, kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional China sangatlah besar. Pemerintah China merasa perlu mengurangi laju ekspansi investasi BUMN China untuk mendinginkan suhu ekonomi yang overheating, karena tumbuh rata-rata 10% per tahun dengan cara menarik dividen (The Wall Street Journal edisi Asia, 18 September 2006).
Kedua, pemerintah China menggunakan doktrin “grasp the large and let go of the small” (zhua da fang xiao) dalam pengembangan BUMN-nya. Artinya, pemerintah China akan mempertahankan BUMN besar dan akan melepas BUMN-BUMN kecil. Sebagai negara komunis, tidaklah mengherankan bila China memiliki begitu banyak BUMN. Namun, hanya sebagian kecil BUMN yang merupakan perusahaan besar. Selebihnya adalah perusahaan kecil, atau yang lebih dikenal dengan istilah township-village enterprises (TVEs) yang kebanyakan beroperasi di level pemerintahan propinsi.
Kebijakan yang diambil terhadap BUMN besar, seperti Shanghai Baosteel Group Corporation (perusahaan baja terbesar di China) dan China Petroleum & Chemical Corporation atau Sinopec (perusahaan minyak terbesar di Asia) adalah mempertahankan kepemilikan mayoritas pemerintah. Kemudian, atas BUMN ini dilakukan berbagai upaya korporatisasi dan privatisasi secara parsial untuk masuknya investor baru yang bisa membawa perubahan dalam budaya kerja perusahaan. Langkah korporatisasi tersebut misalnya dilakukan dengan membentuk holding company ataupun merger/akuisisi.  Sementara itu, bagi BUMN kecil dilakukan upaya pelepasan atas mayoritas saham pemerintah kepada publik melalui initial public offering (IPO). Tidak mengherankan bila dalam satu dekade ini, jumlah perusahaan yang listing di bursa efek China meningkat dratis (lihat grafik). Meski gelombang privatisasi di China meningkat, sesungguhnya kepemilikan swasta pada perusahaan yang listing di bursa China tidaklah besar. Sebuah studi di tahun 2002 menunjukkan, hanya 11% dari perusahaan China yang listed yang dikuasai oleh swasta. Kemudian atas perusahaan yang telah listed tersebut, dibentuk sebuah holding company untuk mengelola portofolio kepemilikan saham tersebut.
Ketiga, perlu dipahami bahwa proses restrukturisasi dan privatisasi BUMN di China bukanlah tidak mengalami persoalan. Perlu dipahami bahwa tidak semua BUMN besar China telah dikelola dengan tingkat efisiensi dan profitabilitas tinggi. Di sisi lain, ketika BUMN tersebut hendak direstrukturisasi, persoalan yang dihadapi adalah bagaimana strategi me-layoff karyawan yang dinilai tidak produktif dan membebani perusahaan agar tidak menimbulkan gejolak sosial dan politik.
Menarik apa yang dilakukan China, atas BUMN yang bermasalah tersebut ditempuh upaya dimana BUMN tersebut mendirikan perusahaan baru yang merupakan kombinasi antara swasta dengan BUMN. Dari perusahaan baru ini, BUMN mendapatkan dividen dan menjadi pendapatan BUMN. Dana tersebut tersebut kemudian digunakan untuk membiayai pesangon bagi karyawan yang akan di-layoff. Dengan cara ini, konflik sosial bisa ditekan karena hak-hak karyawan telah dipenuhi dan tidak membebani BUMN.
1.3.2.      Pelajaran Bagi Indonesia
Mungkin pengalaman China dalam merestrukturisasi BUMN-nya bukanlah contoh yang ideal bagi Indonesia. Namun, dari pengalaman China ini kita menyadari bahwa sesungguhnya sukses tidaknya masa depan BUMN, sangat tergantung dari kemauan politik dari semua pihak (terutama pemerintah dan parlemen). Kemauan politik yang diharapkan tersebut adalah mau tidak semua pihak menghilangkan intervensi politik pada setiap BUMN kita. Bila di China, dan juga di Singapura dan Malaysia, mereka bisa menghilangkan intervensi politik pada BUMN-nya, lalu mengapa di Indonesia tidak bisa?
Kedua, ke depan model pengelolaan BUMN di bawah sebuah kementerian yang tidak independen (dalam arti menjadi bagian pemerintah) seperti yang berlaku saat ini, perlu ditinjau ulang. Sudah saatnya induk bagi pengelolaan BUMN dilepaskan dari institusi pemerintah dan menjadi super holding company yang independen dan terpisah dari unsur politik. Pengelolanya pun harus dari kalangan profesional yang pengalaman di bidang korporasi dan financial engenering (rekayasa keuangan), bukan kalangan birokrat.
Kemudian, kepada holding ini diberikan keleluasaan dalam mengelola portofolio dan investasi BUMN. Tentu tidak semua BUMN bisa masuk dalam dalam pembinaan super holding company. Terhadap BUMN yang bisnis intinya mengelola public service harus dikembalikan menjadi badan/agen pemerintah.

Kesimpulan
Program privatisasi yang dijalankan oleh pemerintah sebagai salah satu elemen utama dalam strategi Kebijakan Restrukturisasi Sektor Riil. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah strategis untuk keluar dari krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia. Privatisasi diharapkan mampu membangkitkan kembali sector riil negara, dengan menggerakkan motor pertumbuhan industri yaitu BUMN dan terutama mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi negara sehingga dapat menambah tabungan pemerintah.
Kinerja BUMN merupakan faktor yang sangat menentukan penilaian keberhasilan pengelolaan BUMN. Untuk mengukur kinerja ini maka harus dibuat perbandingan antara kinerja masa lalu (sebelum privatisasi) dan kinerja saat ini (pasca privatisasi), sehingga akan diketahui perubahan yang dihasilkan dari dua periode yang berbeda tersebut.
Kebijakan pemerintah untuk melakukan privatisasi bukan hanya merupakan kebijakan yang bersifat mikro, yang hanya akan berdampak pada perusahaan-perusahaan BUMN yang diprivatisasi itu saja, melainkan juga akan berdampak terhadap kehidupan perekonomian Indonesia secara menyeluruh. Dorongan untuk melakukan privatisasi ini terutama disebabkan oleh kondisi makro yang melanda Indonesia, yaitu karena kesulitan anggaran untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan juga untuk membayar utang luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala. 1997. Hukum Ekonomi internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo persada.
Bastian, Indra. 2002. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.
_________. 2000. Model Pengelolaan Privatisasi. Yogyakarta: BPFE
Cuervo, Alvaro, & Bele Villalonga. 2000. Explaining The Varience in The Performance Effect of Privatisation. The Academy of Management Review. 
Daniri, Achmad, “Agenda kelembagaan dan governance, BUMN sangat mungkin menjadi pemain tingkat dunia”, Bisnis Indonesia, 22/01/2009.
Mardjana, I. Ketut. 1999. Publisher Enterprises Under The New Order Dalam Richard W. Baker(ed) Indonesian Challenge of Change. Singapura: ISEAS.
Purwoko. 2002. Model privatisasi BUMN yang Mendatangkan Manfaat bagi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan. 6 (1)
Ringkasan Master Plan Revitalisasi BUMN 2005-2009, Kantor Kementerian BUMN, 2005
Sagir, Soeharsono. 2009.Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Santosa, P. Setyanto, “Pembentukan Holding Company BUMN Peluang dan Tantangan”,Dari http://www.pacific.net.iddiakses pada tanggal 13 Desember 2012.
Savas, E.S. 1987. Privatisation: The Key to Better Government. New Jersey, USA: Chatam House Publisher Inc.
Subiyantoro, Heru & M. Arief  S.R. 2004. Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Sunarsip, “Menyoal pro-kontra master plan BUMN”. Bisnis Indonesia, 24/02/2005
Suwarsono, Muhammad, "Restrukturisasi BUMN, Privatisasi ke Profitisasi",Jawa Pos,03/12/2005
Tambuan, Tulus. 2011. Perekonomian Indonesia (kajian teoretis dan analisis empiris). Bogor: Ghalia Indonesia.
The World Bank. Public Expenditure Management Handbook. Washington, D.C.

No comments:

Post a Comment