Tuesday, August 15, 2017

BAGIAN III STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

Latar Belakang
Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai aspek, bentuk, dan dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Tidak juga semata-mata berupa ketimpangan antardaerah atau spasial, atau antara daerah pedesaan dan perkotaan.Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.

Tersedia cukup bukti yang bisa diajukan untuk menunjukkan betapa ketimpangan masih memprihatinkan.Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun bukti tersebut bisa terlihat dengan kasap mata dan dirasakan. Bermunculannya kawasan-kawasan kumuh ditengah beberapa kota besar, begitu juga sebaliknya, hadirnya kantong-kantong mewah ditepian kota atau bahkan didaerah pedesaan adalah salah satu bukti nyata ketimpangan yang langsung dapat kita saksikan dan rasakan.
Begitu juga dengan strategi nasional yang telah diformulasikan dalam bentuk progam nasional, dan telah diformulasikan dalam bentuk progam nasional, dan telah diimplementasikan untuk merubah status atau posisi yaitu dari kabupaten tertiggal menjadi tidak tertinggal.Hasilnya ada yang sudah berpindah status ke tidak tertinggal kini menjadi tertinggal.
Oleh sebab itu, dengan adanya ketimpangan daerah tertinggal dengan daerah tidak tertinggal dan menjadikan pertumbuhan ekonomi kurang dan juga nasib kemiskinan yang semakin hari semakin merajalela, disetiap daerah harus mempunyai strategi pembangunan daerah sendiri-sendiri.Mengikuti dengan keadaan-keadaan yang berlaku pada daerah tersebut.

Pengertian Pembangunan ekonomi antar daerah
Pembangunan ekonomi antar daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tertentu(Lincolin Arsyad, 1999).Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan atau disebut dengan endogenous development.Semuanya menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatife, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik.Identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.Oleh karena itu, pemerintah daerah besertapartisipan masyarakatnya dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Lincolin Arsyad, 1999).
Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan  berpenduduk yang relatif tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya.Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju).Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya.Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana.Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik.
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta yang tanggung jawab.Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumberdaya publik dan sektor swasta. Ada tiga implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
1.      Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.
2.      Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah tersebut, begitu juga sebaliknya, yang baik didalam daerah belum tentu baik secara nasional.
3.      Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah.
Oleh karena itu, perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan dengan menggunakan sumberdaya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai dan mengambil manfaat dari infomasi yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencanaan dengan obyek tersebut.Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya(Todaro, 2000).

Daerah Tertinggal
            Dalam KepMen PDT nomor 1 tahun 2005 tentang StrategiNasional Pembangunan Daerah Tertinggal. Didefinisikan sebagai daerah kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relative kurang berkembang dbandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Indikator daerah tertinggal meliputi pengembangan ekonomi local, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan, pengurangan keterisolasian dan penanganan karaketeristik khusus daerah.
Faktor yang diperkirakan menjadi penyebab ketertinggalan daerah[1] adalah:
a.       Belum adanya sifat profisionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengemabng kawasan didaerah.
b.      Masih lemahnya koordinasi, sinergi dan kerjasama diantara pelaku-pelaku pengembbang kawasan.
c.       Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik serta ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah itu sendiri.
d.      Belum optimalnya pemanfaatan kerjasama antar wilayah dan antar Negara untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk.
e.       Ketidak seimbangan antara pasokan sumber daya alam dan kebutuhan pembangunan.
f.       Arah dan kebijakan pmbangunan yang cenderung “inward looking”.
g.      Adanya daerah dan pulau-pulau terkecil dan terisolasi.
Kriteria unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam strategi nasional ini adalah wilayah administrasi kabupaten.Hal ini sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan kepada pemerintah kabupaten.Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan enam kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik. Ke-6 (enam) kriteria ini diolah dengan menggunakan data Potensi Desa (PODES) 2003 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002 dan data
Keuangan Kabupaten 2004 dari Departemen Keuangan.Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal.Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Strategi dimaksud meliputi:
·         Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal  (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.
·         Pemberdayaan Masyarakat, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
·         Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju.
·         Peningkatan Kapasitas, strategi ini diarahkan untuk  meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah  dan masyarakat di daerah tertinggal.
·         Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan.

Perencanaan Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah pada dasarnya adalah pembangunan diberbagai sector yang luas baik pembangunan pedesaan, pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur dan sebagainya (Abiyoso dan Hengki, 1994).Perencanaan pembangunan daerah masih berorientasi ke atas dan peranan atau dominasi sektoral masih terlalu besar.Hal ini disebabkan karena biaya pembangunan kurang dari 80 % masih berasal dari dana APBN dan dinas atau instansi vertikal yang berorientasi proyek sehingga dalam kenyataannya keterpaduan sukar diwujudkan (Rugesti, 1999). Hendaknya keterpaduan itu lebih ditekankan pada keterpaduan program dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan daerah. Disamping itu karena kemampuan atau kapasitas sumberdaya manusia di daerah relatif masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu pengurangan dominasi perencanaan dari atas yang menuju pemberdayaan perencanaan dari bawah. Walaupun perencanaan dari atas tersebut tidak selalu berarti negatif. Namun sudah saatnya dilakukan upaya peningkatan pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat dalam proses dan pelaksanaan pembangunan, agar keterpaduan perencanaan dari atas dengan perencanaan yang datang dari bawah dapat diwujudkan secara optimal.

Teori dan Konsep Dasar Pembangunan Wilayah
Pendefinisian wilayah banyak dilakukan untuk keperluan analisa ruang. Dalam menentukan batas-batas wilayah maka dikelompokkan menurut kriteria tertentu.
Penentuan batas-batas wilayah menurut Hanafiah (1988) didasarkan pada kriteria :
1)      Konsep Homogenitas
Wilayah dapat diberi batas berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu,seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu pendapatan perkapita, kelompok industry maju, tingkat pengangguran, keadaan sosial politik, identitas wilayahberdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya.
2)      Konsep Nodalitas
Wilayah dibedakan atas perbedaan struktur tata ruang dalam wilayah dimanaterdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional. Keadaanini dapat dibuktikan dengan mobilitas penduduk, arus faktor produksi, arusbarang, pelayanan ataupun arus transportasi dan komunikasi. Hubungan salingketerkaitan ini terlihat pada hubungan antara pusat dan wilayah terbelakang.
3)      Konsep Administrasi atau Unit Program
Penetapan wilayah ini didasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yangseragam, seperti kebijaksanaan pembangunan, system ekonomi, tingkat pajakyang sama dan sebagainya. Pengertian yang ketiga ini memberi batasan suatu wilayah berdasarkan pembagian administrative negara. Jadi suatu wilayahadalah suatu ruang ekonomi yang berada di bawah suatu administrasi tertentuseperti suatu propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Wilayah seperti iniadalah wilayah perencanaan atau wilayah program.
Gunawan (2000), wilayah sebagai metoda klasifikasi menghasilkan tiga tipe wilayah yaitu:
1.      Wilayah Formal
Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dan kriteria tertentu. Padamulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas persamaan fisik, sepertitopografi, iklim atau vegetasi, kemudian berkembang lebih lanjut denganpemakaian kriteria ekonomi ; seperti adanya wilayah industri dan wilayahpertanian bahkan mempergunakan kriteria sosial politik
2.      Wilayah Fungsional
Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakan fungsional, salingtergantung dalam kriteria tertentu. Wilayah fungsional ini terkadangdimasukkan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri dariunit-unit yang heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desasecara fungsional saling tergantung.
3.      Wilayah Perencanaan
Wilayah ini merupakan kombinasi dari kedua wilayah di atas, yaitu wilayahformal dan fungsional. Dalam wilayah perencanaan, ada beberapa hal yangharus diperhatikan, antara lain suatu wilayah harus cukup luas untukmemenuhi kriteria investasi dalam skala ekonomi, harus mampu menunjangindustri dengan pengadaan tenaga kerja, persamaan ekonomi, mempunyaisedikitnya satu kota sebagai titik tumbuh dan strategi pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah yang sama.
Wilayah yang paling banyak digunakan menurut Sukirno dalam Gunawan(2000) adalah wilayah administrasi. Hal ini dikarenakan dua faktor, pertama,dalam melaksanakan kebijakan dan perencanaan pembangunan wilayahdiperlukan berbagai badan pemerintah sehingga lebih praktis apabila suatunegara dipilah-pilah menjadi beberapa wilayah ekonomi berdasarkan suatukaedah administrasi. Kedua, wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkansuatu unit pengumpulan data.

Teori Ekonomi Basis
Teori ini dikembangkan dari teori basis ekonomi perkotaan dimana dinyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan aktivitas ekspornya. Ide dasarnya adalah bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan fungsi ekspor dan permintaan dari luar wilayah tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan suatu wilayah melalui permintaan eksternal produknya.
Menurut Hoover (1977) dalam Nuryati (1999) kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi :
·         Kegiatan Basis
Kegiatan basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong danmenentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan.
·         Kegiatan Non-Basis
Kegiatan yang pertumbuhannya hanya merupakan akibat dari pembangunanwilayah secara keseluruhan.
Teori basis menganalisis perubahan dalam suatu wilayah yang diakibatkan oleh ekspor pada kondisi statis dalam jangka pendek, sedangkan penerapan dalam kondisi yang dinamis dalam jangka panjang dijelaskan oleh teori basis ekspor yang dikemukakan oleh North dan Glasson (1977) dalam Nuryati (1999). Menurut teori ini pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi sumberdaya alam dan pertumbuhan basis ekspor yang sangat dipengaruhi oleh permintaan eksternal dari wilayah lain.
Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau bukan dapat digunakan beberapa metode yaitu : (a) metode pengukuran langsung dan (b) metode pengukuran tidak langsung (Agustina 1996). Metode pengukuranlangsung dapat dilakukan dengan survey langsung untuk mengidentifikasi sector mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dengan cepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut di atas maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu : (a) metode melalui pendekatan asumsi, (b) metode LQ (Location Quetient), (c) metode kombinasi antara a dan b, dan (d) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode tersebut, Glasson (1977) menyarankan untuk menggunakan metode LQ dalam penentuan sektor basis.
Masalah yang mendasar dalam model ekonomi basis adalah masalah kesenjangan waktu (time lag). Hal ini diakui bahwa penggandaan basis (basemultiplier) tidak berlangsung secara cepat karena membutuhkan waktu antara respon dari sektor basis terhadap perubahan sektor basis.

Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Suatu pendekatan alternative terhadap teori pembangunan dirumuskan disini untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi daerah.Pendekatan ini merupakan sintesa dan perumusan kembali konsep – konsep yang telah ada. Pendekatan ini memberikan dasar bagi keranka berpikir dan rencana tindakan yang akan diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah.
Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi daerah
Komponen
Konsep Lama
Konsep Baru
Kesempatan kerja
Semakin banyak perusahaan =semakin banyak peluang kerja
Perusahaan harus mengembangkan pekerjaan yangsesuai dengan kondisi penduduk daerah
Basis Pembangunan
Pengembangan sector ekonomi
Pengembangan lembaga-lembaga ekonomi baru
Aset-Aset lokasi
Keunggulan komparatif didasarkan pada asset fisik
Keunggulan kompetitifdidasarkan pada kualitaslingkungan
Sumberdaya Pengetahuan
Ketersidaan angkatan kerja
Pengetahuan sebaai pembangkit ekonomi

5. Tahap Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Menurut Blakely (1989) ada 6 tahap dalam proses perencanaa pembangunan ekonomi daerah sebagaimana yang disajikan dalam tabel dibawah ini ;



TAHAP
KEGIATAN
I
I Pengumpulan dan Analisis Data
a.       Penentuan Basis Ekonomi
b.      Analisis Struktur Tenaga Kerja
c.       Evaluasi Kebutuhan Tenaga Kerja
d.      Analisis Peluang dan Kendala Pembangunan
e.       Analisis Kapasitas Kelembagaan
II
II Pemilihan Strategi Pembangunan Daerah
a.       Penentuan Tujuan dna Kriteria
b.      Penentuan Kemungkinan-kemungkinan Tindakan
c.       Penyusunan Strategi
III
III Pemilihan Proyek-proyek Pembangunan
a.       Identifikasi Proyek
b.      Penilaian Viabilitas Proyek
IV
IV Pembuatan Rencana Tindakan
a.       Prapenilaian Hasil Proyek
b.      Pengembangan Input Proyek
c.       Penentuan Alternatif Sumber Pembiayaan
d.      Identifikasi Struktur Proyek
V
V Penentuan Rincian Proyek
a.       Pelaksanaan Studi Kelayakan Secara Rinci
b.      Penyiapan Rencana Usaha (Busisness Plan)
c.       Pengemabangan, Monitoring dan Pengevaluasian Program
VI
VI Persiapan Perencanaan Secara Keseluruhan dan Implementasi
a.       Penyiapan skedul Implementasi Rencana Proyek
b.      Penyusunan Program Pembangunan Secara Keseluruhan
c.       Tergeting dan Marketing Aset-aset Masyarakat
d.      Pemasaran Kebutuhan Keuangan


Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Ada 4 peran yang diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu :
a.       1Entrepreneur, yaitu Pemerintah daerah bertanggungjawab menjalankan suatu usaha bisnis     seperti BUMD yang dikelola lebih baik sehingga menguntungkan secara ekonomis.
b.      Koordinator, yaitu pemerintah daerah melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, di dalam dunia usaha dan masyarakat untuk melakukan penyusunan sasaran dengan konsistensi pembangunan daerah dengan nasional dan menjamin perekonomian daerah akan mendapatkan manfaat yang maksimum daripadanya.
c.       Fasilitator, yaitu Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan didaerahnya, sehingga dapat mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah yang lebih baik.
d.      Stimulator, yaitu Pemerintah daerah dapat menstumulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut.

Indikator Pembangunan Daerah
Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negative.Oleh karena itu dibutuhkan indikator sebagai tolak ukur terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan  beberapa  indikator  pembangunan,  yang  secara  garis  besar  dapat  di kelompokkan menjadi : 
a)  GNP/GDP per Kapita 
Yaitu  GNP/GDP  dibagi  dengan  jumlah  penduduk.  GNP/GDP adalah  nilai  akhir  barang  dan  jasa  yang  berhasil  diproduksi  oleh  suatu perekonomian (masyarakat) pada suatu periode waktu tertentu (biasanya satu  tahun).  Jika  GNP/GDP  tersebut  dibagi  dengan  jumlah  penduduk maka didapatkan GNP/GDP per kapita. 
Klasifikasi  Negara  berdasarkan  GNP/GDP  atau  kelompok pendapatannya  dapat  saja  berubah  pada  setiap  edisi  publikasi  Bank Dunia.  Sebagai  contoh,  Bank  Dunia  pada  tahun  1995  mengklasifikan Negara berdasarkan tingkatan GNP/GDP per kapita sebagai berikut:  Negara  berpenghasilan  rendah,  adalah  kelompok  Negara-negara dengan  GNP  per  kapita  kurang  atau  sama  dengan  US$  695.  Negara berpenghasilan  menengah  adalah  kelompok  Negara-negara  dengan GNP/GDP per kapita lebih dari US$ 695 namun kurang dari US$ 8.626.  Negara  berpenghasilan  tinggi  adalah  kelompok  Negara-negara  dengan GNP/GDP per kapita di atas US$ 8.626.  Kelemahan  dari  indicator  ini,  tidak  memasukkan  produksi  yang  tidak melalui  pasar  seperti  dalam  perekonomian  subsisten,  jasa  ibu  Rumah Tangga,  transaksi  barang  bekas,  kerusakan  lingkungan,  dan  masalah distribusi pendapatan. 
b)  Growth (pertumbuhan) 
Yaitu  perubahan  output  (GNP/GDP)  yang  terjadi  selama  satu kurun  waktu  tertentu  (satu  tahun).  Bank  Dunia  pada  tahun  1993 memperkenalkan  beberapa  sebutan menyangkut  pertumbuhan  ekonomi Negara-negara  di  dunia  yaitu;  High  Performing  Asian  Economies (HPAEs),  yang  diidentifikasi  karena memiliki  ciri  umum  yang  sama, seperti  pertumbuhan  ekspor  yang  cepat.  Kelompok  HPAEs  ini  dibagi lagi  menurut  lamanya  catatan  sukses  mempertahankan  pertumbuhan ekonomi,  yaitu:  Pertama,  4 macan Asia,  biasanya  diidentikkan  dengan Hongkong,  Korea  Selatan,  Singapura,  dan  Taiwan.  Negara-negara  ini tingkat  pertumbuhan  ekonominya  amat  cepat  dan  mulai  mendekati rangking  Negara  berpenghasilan  tinggi.  Kedua,  Newly  Industrializing Economies  (NIEs),  meliputi  Indonesia,  Malaysia,  dan  Thailand. Kelompok  Negara-negara  ini  memilki  rata-rata  pertumbuhan  GDP  riil sebesar 5,5 per sen per tahun. 
Asia Timur mencakup semua Negara berpenghasilan rendah dan menengah  di  kawasan  Asia  Timur  dan  Tenggara  serta  Pasifik.  Asia Selatan  mencakup  Bangladesh,  Bhutan,  India,  Myanmar,  Nepal, Pakistan,  dan  Srilangka.  Eropa,  Timur  Tengah,  dan  Afrika  Utara mencakup  Negara-negara  berpenghasilan  menengah  di  kawasan  Eropa (Bulgaria,  Yunani,  Hungaria,  Polandia,  Portugal,  Rumania,  Turki,  dan bekas  Yugoslavia)  dan  semua  Negara  di  kawasan  Afrika  Utara  dan Timur  Tengah,  serta  Afganistan.  Sub-Sahara  Afrika  meliputi  semua Negara  di  sebelah  selatan  gurun  Sahara  termasuk  Afrika  Selatan.  Amerika  Latin  dan  Karibia  terdiri  atas  semua  Negara  Amerika  dan Karibia di sebelah Selatan Amerika Serikat. 




c)  GDP per Kapita dengan Purchasing Power Parity 
Perbandingan  antar  negara  berdasarkan  GNP/GDP  per  kapita seringkali  menyesatkan.  Hal  ini  disebabkan  adanya  pengkonversian penghasilan  suatu  negara  ke  dalam  satu  mata  uang  yang  sama  (US dollar)  dengan  kurs  resmi.  Kurs  nominal  ini  tidak  mencerminkan kemampuan  relative  daya  beli  mata  uang  yang  berlainan,  sehingga kesalahan  sering  muncul  saat  dilakukan  perbandingan  kinerja antarnegara. Oleh karena itu, Purchasing Power Parity (PPP) dianjurkan sebagai Pemerataan Pendapatan.

d)  Perubahan Struktur Ekonomi 
Mengukur  tingkat  kemajuan  struktur  produksi  (Pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa). Peranan sector pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi  tampilnya  sector-sektor manufaktur dan  jasa, yang secara sengaja senantiasa diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena  itu,  strategi  pembangunan  biasanya  berfokus  pada  upaya  untuk menciptakan  industrialisasi  secara  besar-besaran  sehingga  kadangkala mengorbankan  kepentingan pembangunan  sector  perrtanian  dan  daerah pedesaan pada umumnya.  

e)  Kesempatan Kerja 
Rendahnya  sifat  kewirausahaan  penduduk  di  negara-negara berkembang,  memaksa  pemerintah  di  negara-negara  tersebut  untuk menyiapkan  dan  membuka  lapangan  pekerjaan  bagi  masyarakatnya.
Dengan  pencapaian  tingkat  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi, diharapkan akan menciptakan  lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya. 

f)  Pengangguran 
Tingkat  pertumbuhan  penduduk  yang  tinggi  di  negara-negara berkembang,  pada  akhirnya  menjadi  bom  waktu  sekitar  15  sampai dengan  20  tahun  kemudian,  pada  saat mereka masuk  sebagai  angkatan kerja.  Besarnya  angkatan  kerja  yang  tersedia  di  negara-negara berkembang,  tidak  diikuti  dengan  penyediaan  lapangan  kerja  buat mereka  sehingga  menyebabkan  angka  pengangguran  menjadi  tinggi.
Dengan penciptaan  lapangan pekerjaan, baik oleh sector swasta maupun oleh  pemerintah,  diharapkan  angka  pengangguran  yang  relative  tinggi dinegara berkembang akan mengalami penurunan.

Strategi Pembangunan Daerah
Masalah pembangunan daerah dalam perspektif nasional yang utama adalah bagaimana mengurangi kesenjangan antar wilayah.Implisit di dalamnya adalah pengertian untuk membangun daerah-daerah yang masih relatif tertinggal.
Strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah pada dasarnya diarahkan untuk (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; (2) meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; dan (3) meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah, (4) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana; serta (5) Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
Strategi dan arah kebijakan pengembangan di tiap wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan wilayah darat melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan perencanaan wilayah laut melalui Arah Pengembangan Wilayah Laut.
Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden RI, strategi pembangunan juga mengacu pada paradigma Pembangunan untuk Semua (Development for All). Paradigma ini bertumpu pada 6 (enam) strategi dan arah kebijakan, yaitu:
Pertama, strategi pembangunan inklusif yang mengutamakan keadilan, keseimbangan dan pemerataan. Semua pihak harus dan ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan melalui penciptaan iklim kerja untuk meningkatkan harkat hidup keluar dari kemiskinan. Seluruh kelompok masyarakat harus dapat merasakan dan menikmati hasil-hasil pembangunan terutama masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, daerah tertinggal dan daerah pulau terdepan.Selain itu, pertumbuhan ekonomi harus dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri; serta Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Pulau Terdepan dan daerah pasca konflik dan pasca bencana merupakan program yang diarahkan langsung untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif.
Kedua, strategi pembangunan berdimensi kewilayahan. Strategi pembangunan wilayah mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam, jaringan infrastruktur, kekuatan sosial budaya dan kapasitas sumber daya manusia menyebabkan yang tidak sama untuk setiap wilayah. Strategi pembangunan wilayah juga memperhitungkan basis daratan dan basis kepulauan atau maritim sebagai satu kesatuan ruang yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu, strategi pembangunan berdimesni kewilayahan memperhatikan tata ruang wilayah Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Dengan strategi ini, kebijakan pembangunan diarahkan untuk mengoptimalkan potensi dan keunggulan daerah dan membangun keterkaitan antarwilayah yang solid termasuk mempercepat pembangunan pembangkit dan jaringan listrik, penyediaan air bersih, serta pengembangan jaringan transportasi (darat, laut dan udara) dan jaringan komunikasi untuk memperlancar arus barang dan jasa, penduduk, modal dan informasi antarwilayah.
Ketiga, strategi pembangunan yang mendorong integrasi sosial dan ekonomi antarwilayah secara baik.Dalam hal ini perhatian terhadap pengembangan pulau-pulau besar, kecil dan terdepan harus dilakukan dengan memperhatikan poteni daerah sebagai modal dasar yang dikelola secara terintegrasi dalam kerangka geoekonomi nasional yang solid dan kuat. Dengan kesatuan ekonomi nasional yang kuat untuk lima tahun mendatang, maka posisi tawar Indonesia dalam globalisasi percaturan perekonomian dunia, secara geo-ekonomi berada pada posisi yang lebih kuat, dan lebih berdaya saing. Kebijakan untuk memperkuat integrasi sosial dan ekonomi antarwilayah diarahkan pada pengembangan pusat-pusat produksi dan pusat-pusat perdagangan di seluruh wilayah terutama di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Keempat, strategi pengembangan ekonomi lokal.Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting dan mendesak sebagai upaya memperkuat daya saing perekonomian nasional.Para gubernur, bupati dan walikota mempunyai kewenangan yang luas dan peran dominan dalam pengembangan ekonomi lokal. Peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam mendorong pembangunan daerah pada intinya mempunyai arah sebagai berikut: (1) menciptakan suasana atau iklim usaha yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang; (2) meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar; (3) mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, dan menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang; (4) memperkuat kerjasama antardaerah; dan (5) membentuk jaring ekonomi yang berbasis pada kapasitas lokal dengan mengkaitkan peluang pasar yang ada di tingkat lokal, regional dan internasional; (6) mendorong kegiatan ekonomi bertumpu pada kelompok, termasuk pembangunan prasarana berbasis komunitas; dan (7) memperkuat keterkaitan produksi-pemasaran dan jaringan kerja usaha kecil-menengah dan besar yang mengutamakan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah.
Kelima, strategi pembangunan disertai pemerataan (growth with equity) yang bertumpu pada keserasaian pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dalam menciptakan kesempatan kerja (pro-jobs) dan mengurangi kemiskinan (pro-poor) yang tetap berdasarkan kelestarian alam (pro-environment). Kebijakan pembangunan diarahkan untuk memperkuat keterkaitan antarwilayah (domestic interconnectivity), membangun dan memperkuat rantai industri hulu hilir produk unggulan berbasis sumber daya lokal, mengembangkan pusat-pusat produksi dan perdagangan baik di Jawa-Bali maupun di luar wilayah Jawa Bali yang didukung dengan penyediaan prasarana dan sarana, peningkatan SDM, pusat-pusat penelitian, pembangkit listrik dan penyediaan air bersih; serta perbaikan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal. Sejalan dengan arah kebijakan ini, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan salah satu dorong untuk menciptakan dan membangun pusat-pusat pertumbuhan dan perdagangan di seluruh wilayah.
Keenam, strategi pengembangan kualitas manusia. Orientasi pembangunan adalah peningkatan kualitas manusia (the quality life of the people) sebagai bagian dari penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat terutama pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan. Oleh sebab itu, kebijakan pembangunan akan diarahkan pada peningkatan akses dan mutu layanan dasar termasuk pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan terutama bagi masyarakat yang berada di daerah perdesaan, kawasan perbatasan, pulau-pula terluar dan daerah pasca konflik dan pasca bencana. Dengan meningkatnya kualitas manusia, kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat dan membaik secara merata di seluruh wilayah.
Pengembangan Pulau-pulau Besar
Kebijakan pengembangan wilayah diarahkan untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dengan tetap mempertahankan momentum pembangunan di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera.
Pembangunan wilayah Sumatera diarahkan untuk menjadi pusat produksi dan industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan; lumbung energi nasional, pusat perdagangan dan pariwsata sehingga wilayah Sumatera menjadi salah satu wilayah utama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pembangunan wilayah Jawa-Bali diarahkan untuk tetap mempertahankan fungsi lumbung pangan nasional, mengembangkan industri pengolahan secara terkendali dan memperkuat interaksi perdagangan, serta meningkatkan mutu pelayanan jasa dan pariwisata bertaraf internasional sebagai wilayah utama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kaidah pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan wilayah Kalimantan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil hutan; serta meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan dan berfungsi sebagai lumbung energi nasional dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kaidah pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan wilayah Sulawesi diarahkan untuk menjadi salah satu lumbung pangan nasional dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan; mengembangkan bioenergi; serta meningkatkan dan memperluas perdagangan, jasa dan pariwisata bertaraf intenasional.
Pembangunan wilayah Kepulauan Nusa Tenggara diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan wilayah Maluku diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan wilayah Papua diarahkan untuk untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia; produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.

Pembangunan Wilayah Laut
Dengan mempertimbangkan sektor unggulan dan potensi keterkaitan depan dan belakang dengan sektor-sektor lain, wilayah laut yang dapat dikembangkan meliputi: (1) wilayah pengembangan kelautan Sumatera, (2) wilayah pengembangan kelautan Malaka, (3) wilayah pengembangan kelautan Sunda, (4) wilayah pengembangan kelautan Jawa, (5) wilayah pengembangan kelautan Natuna, (6) wilayah pengembangan kelautan Makassar-Buton, (7) wilayah pengembangan kelautan Banda-Maluku, (8) wilayah pengembangan kelautan Sawu, dan (9) wilayah pengembangan kelautan Papua-Sulawesi. Dari sepuluh wilayah pengembangan kelautan tersebut, dengan memperhatikan fungsi strategisnya dalam penguatan keterkaitan antarwilayah maka dipilih lima wilayah prioritas pengembangan untuk periode 2010-2014 yaitu Wilayah Pengembangan Kelautan Sumatera, Malaka, Jawa, Makassar-Buton, dan Banda-Maluku.
Pengembangan Kawasan Strategis, Daerah Tertinggal, Perbatasan, Pembangunan perkotaan, Perdesaan, Pertanahan, Tata Ruang.
Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan wilayah, kebijakan pembangunan wilayah diarahkan untuk: (1) pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh, (2) pengembangan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, dan rawan bencana, (3) pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan, dan (4) penataan dan pengelolaan pertanahan. Strategi yang diterapkan adalah:
1)      Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan daerah-daerah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis dengan mengutamakan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi.
2)      Meningkatkan pengembangan daerah-daerah tertinggal dan terpencil agar dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain.
3)      Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengutamakan kebijakan pembangunan yang berorientasi ke luar sehingga menjadi pintu gerbang dalam hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
4)      Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional dengan tujuan mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali seperti yang terjadi di wilayah pantani utara Jawa, serta mengendalikan arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan melalui penciptaan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa.
5)      Mempercepat pembangunan kota-kota kecil dan menengah terutama di luar Pulau Jawa agar dapat berfungsi sebagai pusat layanan bagi masyarakat kota tersebut dan sebagai motor penggerak pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya.
6)      Mendorong keterkaitan ekonomi wilayah perkotaan dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi.
7)      Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi.
8)      Mendorong perencanaan wilayah yang peduli/peka terhadap bencana alam terutama dengan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia yang berada di wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik yang rawan bencana alam.

Perkembangan Strategi Dan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia
A. Macam – Macam Strategi Pembangunan Indonesia
Salah satu konsep penting yang perlu diperhatikan dalam mempelajari perekonomian suatu negara adalah mengetahui tentang strategi pembangunan ekonomi. Beberapa strategi pembangunan ekonomi yang dapat disampaikan adalah :

1. Strategi Pertumbuhan
Adapun inti dari konsep strategi yang pertama ini adalah :
a.         Strategi pembangunan ekonomi suatu negara akan terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah dan memusat, sehingga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi.
b.        Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah ( trickle – down – effect ) pendistribusian kembali.
c.         Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan hal tersebut merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi.
d.        Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada kenyataan yang terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.

2. Strategi pembangunan dengan pemerataan
Inti dari konsep strategi ini adalah dengan ditekankannya peningkatan pembangunan melalui teknik sosial engineering, seperti halnya melalui penyusunan perencanaan induk, dan paket program terpadu.

3. Strategi ketergantungan
Tidak sempurnanya konsep strategi pertama dan kedua mendorong para ahli ekonomi mencari alternatif lain sehingga pada tahun 1965 muncul strategi pembangunan dengan nama strategi ketergantungan. Inti dari konsep strategi tergantungan adalah :
         Kemiskinan di negara – negara berkembang lebih disebabkan karena adanya ketergantungan negara tersebut dari pihak / negara lainnya
         Teori ketergantungan ini kemudian dikritik oleh Kothari dengan mengatakan “Teori ketergantungan tersebut memang cukup relevan namun sayangnya telah menjadi semacam dalih terhadap kenyataan dari kurangnya usaha untuk membangun masyarakat sendiri (Self Development)

4. Strategi yang berwawasan ruang
Strategi ini dikemukakan oleh Myrdall dan Hirschman, yang mengemukakan sebab – sebab kurang mampunya daerah miskin berkembang secepat daerah yang lebih kaya / maju.
Menurut mereka kurang mampunya daerah miskin berkembang secepat daerah maju dikarenakan kemampuan / pengaruh menyetor dari kaya ke miskin (Spread Effects) lebih kecil daripada terjadnya aliran sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya (Back-wash-effects). Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah, bahwa Myrdall tidak percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan tercapai, sedangkan Hirschman percaya, sekalipun baru akan tercapai dalam jangka panjang.

5. Strategi Pendekatan kebutuhan pokok
Sasaran dari strategi ini adalah menanggulangi kemiskinan secara masal.Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipenuhi jika pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran.Oleh karena itu sebaiknya usaha-usaha diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan kebutuhan pokok dan sejenisnya.




STUDI KASUS
Studi kasus 1
Strategi Pembangunan Pada Sektor Industri Pengolahan Hasil Pertanian Dan Hutan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Tulungagung
Pemberlakuan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menimbulkan dampak yaitu munculnya paradigma baru bahwa pembangunan daerah menuju proses perubahan yang diarahkan kepada pemberdayaan rakyat.
Didasari hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang “ Strategi Pembangunan pada Sektor Industri Pengolahan Hasil Pertanian dan Hutan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tulungagung “ dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana peranan sektor industri pengolahan hasil pertanian dan hutan dalam menopang pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tulungagung , dan (2) Bagaimana strategi pengembangan sektor industri pengolahan hasil pertanian dan hutan dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tulungagung. Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan analisa SWOT yaitu identifikasi berbgai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan ( strengths ) dan peluang ( opportunities ), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan ( weaknesses ) dan ancaman ( threats ).
Berdasarkan analisis SWOT maka strategi yang digunakan adalah SO yaitu strategi yang memanfaatkan seluruh kekuatan untuk membuat dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Setelah melalui proses analisis dan pembahasan terhadap strategi pembangunan industri dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tulungagung, maka diperoleh kesimpulan : (1) Peranan industri pengolahan hasil pertanian dan hutan dalam menopang pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tulungagung adalah mengembangkan strategi pembangunan industri pengolahan hasil pertanian dan hutan dengan cara meningkatkan kualitas berbagai elemen dalam mengembangkan unit usaha yang terdapat di Kabupaten Tulungagung , (2) Strategi yang paling dominan berdasarkan matriks SWOT adalah strategi SO yaitu memanfaatkan kekuatan yang ada untuk membuat dan memanfaatkan peluang yang sebesar – besarnya dengan cara : (a) Memperbaiki kualitas SDM ( Sumber Daya Manusia ) tenaga kerja pada industri pengolahan hasil pertanian dan hutan , (b) Memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan kualitas produk industri pengolahan hasil pertanian dan hutan , (c) Memanfaatkan informasi pasar untuk memasarkan produk industri pengolahan hasil pertanian dan hutan , (d) Memfasilitasi penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan hasil pertanian dan hutan.


Strategi-strategi pembangunan daerah
·         Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal
a)    Mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat desa tertinggal yang lebih proaktif, dinamis dan partisipatif,upayayang dilakukan adalah :
v Pendampingan oleh Fasilitator, memungkinkan warga masyarakat mampu mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang adapada diri mereka, maupun mengakses sumber-sumber kemasyarakatan yang berada disekitarnya.Pendamping juga biasanya membantu, membangun dan memperkuat jaringandan hubungan antara komunitas setempat dan kebijakan-kebijakan pembangunan yanglebih luas. Para pendamping masyarakat harus memiliki pengetahuan dan kemampuanmengenai bagaimana bekerja dengan individu-individu dalam konteks masyarakatlokal, maupun bagaimana mempengaruhi posisi-posisi masyarakat dalam kontekslembaga-lembaga sosial yang lebih luas.
v Melakukan koordinasi secara intensif tentang Program Pemberdayaan Masyarakat pada setiap jenjang Pemerintahan yaitu Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa untuk menyelaraskan kebijakan, strategi dan upaya-upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam rangka pemantapan ketahanan nasional.  Koordinasi pelaksanaan Program PNPM-Mandiri Perdesaan yang telah berlangsung dengan baik dapat terus dipertahankan dan menjadi contoh bagi program-program pemberdayaan masyarakat lainnya di desa-desa tertinggal.
v Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tertinggal baik melalui pendidikan dan pelatihan formal maupun non formal, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan pemberdayaan kelembagaan masyarakat, pengetahuan pembangunan, maupun pengetahuan dan keterampilan dalam berusaha.Peningkatan pengetahuan masyarakat dilakukan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini melalui pemberdayaan masyarakat di setiap desa, pemerataan pembangunan sarana sekolah lanjutan pertama di desa dan sekolah menengah umum dan kejuruan di setiap kecamatan sampai pada jenjang perguruan tinggi, pemberian fasilitas beasiswa bagi peserta didik agar terus ditingkatkan supaya anak desa tertinggal dapat mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi.  Tenaga pendidik di desa tertinggal juga harus lebih baik dan sama dengan kualitas tenaga pendidik yang berada di sekolah-sekolah perkotaan. Fasilitas sekolah di desa yang lengkap dengan laboratorium dan perpustakaan sangat memungkinkan mempercepat kemajuan bidang pendidikan di desa-desa tertinggal.
v Menyediakan pendanaan yang cukup, baik dari pemerintahan maupun dunia usaha.  Hal ini diperlukan dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan dana stimulan dan insentif bagi pelaksana pembangunan daerah tertinggal, agar dapat lebih meningkatkan gairah dan motivasidalam pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat tertinggal.
v Pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan usaha dari BUMN/BUMD baik dalam pemberian bantuan teknis usaha maupun dalam pemberian bantuan permodalan dengan beban tidak memberatkan masyarakat.  Bantuan permodalan yang diberikan baik menggunakan dana keuntungan usaha maupun dana Corporate Social Responsibility-CSR, serta kemitraan usaha lainnnya seperti pemberian pinjaman modal dari BUMN/BUMD kepada para pengrajin industri kecil dari bagian keuntungan perusahaan sebagai kewajiban mereka untuk membantu masyarakat desa tertinggal.
v Menyediakan sarana informasi dan komunikasi yang tepat agar setiap proses dan keberhasilan pembangunan daerahtertinggal melalui pemberdayaan masyarakat dapat dilihat, dipahami, diketahui bahkan dicontoh oleh masyarakat lainnya.  Penyediaan informasi ini dapat berupa brossur, leflet, buku, papan informasi, radio, televisi, internet dan lainnya. Sarana informasi dan komunikasi juga diperlukan masyarakat untuk mendapat pengetahuan, informasi dan teknologi yang mugkin dapat diterapkan di desa tertinggal.  Media sarana informasi seperti InternetMobile sangat cocok disediakan pada desa-desa terpencil dan tertinggal yang belum memiliki fasilitas internet (warnet).  Sudah saatnya Program Internet Masuk Desadigalakkan oleh pemerintah termasuk desa-desa tertinggal yang dikelola melalui pemberdayaan masyarakat desa tertinggal.
b)   Mendorong pemberdayaan perekonomian masyarakat desa tertinggal agar lebih berdaya, mandiri, memiliki kemampuan penguasaan teknologi dan pemasaran hasil, Upaya yang dapat dilakukan adalah :
v Melakukan kerjasama yang intensif dengan perguruan tinggi, lembaga penelitian, dunia usaha, perbankan, koperasi dan pihak lembaga jasa keuangan (Perusahaan Lessing) lainnya untuk mempermudah masyarakat di desa tertinggal dalam mengakses permodalan, teknologi, dan pemasaran hasil produksi perekonomian masyarakat tertinggal.
v Memberikan bantuan stimulan beberapa komoditas perekonomian kepada masyarakat desa tertinggal, berupa pemberian Bantuan secara gratis Benih Padi,  bibit karet, bibit kelapa sawit, bibit ternak, bibit ikan disesuaikan dengan potensi alam yang ada di desa tertinggal masing-masing, begitu juga bantuan sarana-prasarana pendukungnya yakni pupuk, pestisida, peralatan dan mesin, dan fasilitas  pasar desa.
v Pendampingan oleh petugas pendamping, fasilitator dan Petugas Penyuluh Pertanian secara rutin dalam upaya membimbing masyarakat tani, peternak dan nelayan untuk meningkatkan usaha perekonomiannya di desa-desa tertinggal sampai pada pemasaran hasil. 
v Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tani-nelayan di desa tertinggal melalui kegiatan Bimbingan Teknis baik dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat maupun oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Perusahaan Besar yang berada di sekitar desa tertinggal.
v Menyediakan fasilitas pemasaran seperti pasar hewan, pasar desa dan pasar kecamatan yang letaknya mudah dijangkau dari desa-desa tertinggal.
v Menyediakan fasilitas skim kredit khusus untuk masyarakat desa tertinggal dengan persyaratan yang ringan, adanya penjaminan dan proses yang mudah dan cepat bagi masyarakat untuk mendapatkannya.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah pemberdayaan pemilikan faktor-faktor produksi, pemberdayaan penguasaan distribusi dan pemasaran, pemberdayaan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan pemberdayaan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus dilakukan pada beberapa aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, mapun aspek kebijakannya. Karena persoalan atau isu strategis perekonomian masyarakat bersifat lokal dan problem spesifik.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa tertinggal adalah dalam hal akses untuk memperoleh modal. Dalam pasar uang, masyarakat perdesaan baik yang petani, buruh, pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah, terus didorong untuk meningkatkan tabungan. Tetapi ketika mereka membutuhkan modal, mereka diperlakukan diskriminatif oleh lembaga keuangan. Sehingga yang terjadi adalah aliran modal dari masyarakat lemah ke masyarakat yang kuat. Lembaga keuangan atas posisinya sebagai perantara, maka di dalamnya berbagi resiko dengan nasabah peminjam, memberikan informasi kepada peminjam, dan menyediakan likuiditas. Kenyataan yang terjadi, kepada masyarakat lemah dan pengusaha kecil, perlakukan atas ketiga hal tersebut juga diskriminatif. Dan atas perlakuan yang tidak adil itu, masyarakat tidak memiliki kekuatan tawar menawar dengan pihak lembaga kuangan.  Karena itu pemberdayaan masyarakat desa tertinggal juga diikuti dengan kemudahan mereka untuk mendapatkan akses modal dari perbankan.  Penanganan kendala modal, kendala distribusi, dan kendala tanah tidakseluruhnya dapat dilakukan melalui upaya ekonomi semata. Karena banyakdimensi-dimensi politik yang harus ditangani. Oleh sebab itu, pemberdayaan perekonomian masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa kebijakan politik.
c)    Mendorong pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur wilayah di desa tertinggal,upaya yang dapat dilakukan adalah :
v Melakukan kerjasama pembangunan dengan pihak swasta yang memiliki kemampuan finansial dan fasilitas yang cukup guna melakukan pembangunan infrastruktur ke kawasan desa-desa tertinggal.  Pola yangdikembangkan adalah pola saling menguntungkan, serta dengan melibatkan masyarakat di sekitar lokasi pembangunan.  Kerjasama ini dapat dilakukan dengan pemberian insentif kemudahan berinvestasi bagi usaha mereka yang terletak disekitar desa-desa tertinggal tersebut, seperti Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Pabrik Industri dan lain-lain.
v Menyediakan pendanaan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di desa tertinggal secara terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; Kebutuhan dana Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan sangat besar, karena itu perlu dukungan terpadu dengan pemerintah pusat dan provinsi dalam membangun jalan dan jembatan ke desa-desa tertinggal.  Desa tertinggal dan terisolir umumnya berada didaerah perairan yang berawa-rawa, berbukit dan pegunungan sehingga untuk membangun sarana jalan dan jembatan memerlukan dana yang sangat besar dan sangat membebani APBD Kabupaten tertinggal, karena itu diperlukan keterpaduan pendanaan bersama antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten tertinggal.
v Mengikutsertakan dan memberdayakan masyarakat mulai dari tahap perencanaan dan persiapan melalui musyawarah perencanan pembangunan desa dan kecamatan,  dan pelaksanaan pembangunan secara padat karya atau menggunakan tenaga kerja lokal setempat agar masyarakat mempunyai rasa memiliki pada hasil pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan tersebut, sehingga mereka dapat ikut membantu dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya. Dengan demikian maka sarana jalan dan jembatan yang dibangun akan dapat bertahan lama dan dapat terpelihara dengan baik.
v Memberdayakan kelembagaan masyarakat di desa tertinggal dalam proses pembangunan infrastruktur baik manajemen, pengelolaan, pengawasan, dan pemeliharaan. Pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan cara padat karya atau system upah kepada kelompok kerja masyarakat desa itu sendiri.
v Menyediakan infrastruktur lainnya seperti Sarana Pendidikan mulai dari PAUD, SD/MI, SMP/MTs sampai SMA/SMK/MA yang mudah dijangkau masyarakat desa tertinggal yang dilengkapi dengan keberadaan tenaga pendidik yang profesional, Sarana Kesehatan berupa Poskesdes atau Pustu di desa dilengkapi dengan sarana peralatan medis dan obat yang lengkap serta tenaga medis (Bidan dan Perawat) yang professional, Sarana Air Bersih berikut sanitasi lingkungan, saluran drainase untuk mengantisipasi terjadinya banjir, dan sarana irigasi desa pada desa-desa potensi pertanian.
·         Strategi peningkatan daya saing
Salah satu strategi yang cukup jitu tetapi kurang diterapkan di daerah adalah menerapkan strategi peningkatan “daya saing”. Di dalam ilmu ekonomi bisnis, konsep daya saing ini menunjukkan posisi strategis dari suatu perusahaan bila dibandingkan dengan perusahaan lain yang memiliki pasaran (pelanggan atau pembeli) yang sama. Perusahaan sering saling bersaing memperebutkan pasaran dengan menggunakan kiat-kiat atau strategi tertentu. Agar memiliki daya saing tersebut, Michael Porter (1985) memberikan saran untuk memilih salah satu dari tiga strategi berikut yaitu strategi cost leadership, differentiation, dan focus (secara umum semuanya dikenal dengan nama competitive strategy). Strategi pertamalebih memusatkan perhatian untuk merebut pasaran dengan harga murah melalui pengurangan biaya produksi; strategi keduamemanfaatkan kekhasan model atau kualitas terbaik yang tidak terdapat pada perusahaan lain sehingga menarik pembeli atau pasaran; dan strategi ketigamemusatkan perhatian pada segmen pasar tertentu dengan menggunakan kombinasi dari strategi pertama dan kedua. Ide ini mendapatkan kritikan karena hanya menggunakan sisi supply-side (Dobson, Starkey dan Richards, 2004), perlu diakomodasikan untuk membantu mempercepat pembangunan daerah tertinggal di Indonesia. Porter berbicara dalam konteks bisnis dan lebih pada konteks mencari keuntungan bisnis, namun pemikiran Porter ini sangat menarik untuk dimanfaatkan mencari “keuntungan publik” yaitu dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat di daerah. Pemikiran Porter ini diterjemahkan kedalam strategi menekan biaya, meningkatkan kualitas produk dan jasa, dan mempertahankan segmen pasar yang sudah ada. Dalam pemikiran ini, diasumsikan bahwa suatu Kabupaten tertinggal harus aktif dan proaktif, sementara Kabupaten lain bersifat pasif dan tidak diperhitungkan sebagai kekuatan yang menentukan daya saing tersebut. Karena itu, kerjasama antar daerah (Agranoff, 1966) harus diperhitungkan sebagai alternatif kekuatan dalam membantu meningkatkan daya saing. Meski banyak menuai kritik, kerjasama antar daerah telah memberikan banyak manfaat bagi pemerintah daerah yang berkolaborasi seperti penekanan biaya, yang merupakan salah satu strategi yang diusulkan Porter.
a)      Strategi Menekan Biaya
Indonesia memang diakui sebagai negara yang kaya sumberdaya alam. Banyak daerah yang kaya belum tersentuh, dan kalau sudah tersentuh belum semuanya dieksploitasi. Wilayah Timur Indonesia dan sebagian di wilayah Barat Indonesia belum dieksploitasi sumberdayanya. Di samping keterbatasan anggaran, Indonesia menghadapi hambatan fisik yang luar biasa besar karena terdiri dari ribuan pulau, dan banyak yang sulit dijangkau. Akibatnya banyak daerah menjadi tertinggal dan miskin. Harga bahan pokok melonjak tinggi karena biaya transport yang mahal. Akses ke sekolah, ke pusat pelayanan kesehatan dan kegiatan ekonomi (industri, perdagangan dan jasa) relatif sulit, seperti dialami daerah pegunungan dan pedalaman di Kalimantan Tengah, Papua, dan sebagian di Sulawesi dan Sumatera, dan daerah kepulauan di wilayah Maluku, Sulawesi Tenggara, NTT, dan Kepulauan Riau. Jangkauan ke pasar menjadi sulit, sementara input berupa bahan produksi (raw materials) sulit diperoleh, dan kalau ada sangat mahal.
Dalam posisi seperti ini, strategi yang tepat adalah meningkatkan aksesibilitas dan mengendalikan harga melalui regulasi, investasi jangka panjang, dan subsidi harga. Pembangunan sarana dan prasarana perhubungan jelas membantu mengurangi biaya produksi sekaligus biaya hidup. Tentu rugi dilihat dari kacamata bisnis, tetapi kalau dilihat dari segi prospek jangka panjang dan kohesi sosial politik, investasi untuk menekan biaya ini sangat tinggi nilainya. Yang jelas, menekan biaya produksi dan biaya hidup melalui program subsidi pasti membantu banyak kabupaten untuk keluar dari posisi ketertinggalannya.
b)      Strategi Meningkatkan Kualitas Produk dan Jasa
Harus diakui bahwa Indonesia memiliki banyak kekhasan produk daerah hasil seperti kelapa sawit, cengkeh, pala, jagung, kopi, juga hasil laut seperti ikan, udang,lobster, rumput laut, dsb., dan kerajinan daerah seperti kaint tenun, batik, dsb., termasuk di sektor pariwisata dan jasa pelayanan publik (pelayanan perijinan dan jaminan keamanan). Banyak hasil perkebunan, pertanian, perikanan, dan jasa pemerintah/publik, kalah kualitasnya bila dibandingkan dengan yang berasal dari negara lain, atau daerah lain. Karenanya permintaan menurun, dan usaha menjadi bangkrut. Hasil laut, misalnya, tidak laku dijual karena rendah kualitasnya lantaran tidak disimpan dalam peti es, atau karena mengandung logam berat sehingga tidak laku. Dalam konteks jasa seperti pelayanan perijinan seringkali makan waktu lama, berbelit-belit, tidak ada kepastian dan mahal, membuat investor tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di daerah.
Strategi menerapkan teknologi yang lebih inovatif dan unggul tentu akan sangat membantu meningkatkan kualitas produk yang selanjutnya dapat merebut pasaran. Demikian pula strategi melakukan reformasi pelayanan publik akan mendorong investasi di kabupaten tertinggal. Dengan memperbaiki kualitas produk dan jasa pelayanan publik termasuk jaminan keamanan, maka daya saing kabupaten tertinggal akan meningkat, menyamai kedudukan kabupaten yang tidak tertinggal.
c)      Strategi Mempertahankan Segmen Pasar Yang Sudah Ada
Kelanggengan dari hubungan produsen-konsumen sering tidak langgeng. Strategi fokus pada segmen pasar tertentu sebagaimana diungkapkan Porter, kurang diperhatikan. Kabupaten yang menjual komoditas tertentu ke daerah tertentu seringkali tidak berupaya memeliharanya sebagai pelanggan atau pembeli tetap. Karena itu, banyak produksi komoditas yang tidak langgeng. Tentu saja, dalam mempertahankan segmen pasar tersebut, suatu kabupaten dapat menerapkan kedua strategi sebelumnya. Misalnya, untuk mempertahankan pasar dengan daerah atau negara tertentu, Kabupaten tertinggal dapat menerapkan strategi differensiasi, atau juga menekan biaya. Hubungan pasar yang telah lama berlangsung, harus didasari atas hubungan kemitraan dan fair trade agar kedua belah pihak sama-sama mengambil manfaat dari hubungan ekonomi tersebut, dan bertekad memperpanjang hubungan yang saling menguntungkan tersebut
d)     Strategi Kerjasama Antar Daerah
Dalam kenyataan, ada kabupaten tertinggal yang secara fisik masih homogen dengan kabupaten lain baik yang tertinggal maupun tidak tertinggal, dalam arti memiliki iklim yang sama dan sumberdaya yang sama sehingga memproduksi komoditas yang sama. Dalam konteks ekonomi regional, daerah-daerah ini sebaiknya bekerjasama untuk melayani pasaran yang sama dan memberikan pelayanan publik tertentu agar sama-sama mendapatkan manfaat dari pada bersaing dan mengakibatkan kerugian di salah satu pihak. Misalnya di beberapa kabupaten tertinggal diadakan kerjasama memproduksi jagung, ikan, dan sebagainya, atau sama-sama menangani pelayanan yang sama di bawah satu atap.
Kerjasama antar Pemerintah Daerah (Agranoff, 1996) adalah suatu bentuk pengaturan kerjasama yang dilakukan antar pemerintahan daerah dalam bidang-bidang yang disepakati untuk mencapai nilai efisiensi dan kualitas pelayanan yang lebih baik. Kerjasama (cooperation) antara pemerintah daerah telah lama dikenal dan dirasakan manfaatnya sebagai suatu sumber efisiensi dan kualitas pelayanan (Rosen, 1993). Kerjasama ini telah dikenal sebagai cara yang jitu untuk mengambil manfaat dari ekonomi skala (economies of scales). Pembelanjaan atau pembelian bersama, misalnya, telah membuktikan keuntungan tersebut, dimana pembelian dalam skala besar atau melebihi “threshold points”, akan lebih menguntungkan dari pada dalam skala kecil. Dengan kerjasama tersebut biaya overhead (overhead cost) akan teratasi meskipun dalam skala yang kecil. Sharing dalam investasi, misalnya, akan memberikan hasil akhir yang lebih memuaskan seperti dalam penyediaan fasilitas dan peralatan, serta pengangkatan spesialis dan administrator.
Kerjasama juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan, misalnya dalam pemberian atau pengadaan fasilitas, dimana masing-masing pihak tidak dapat membelinya sendiri. Dengan kerjasama, fasilitas pelayanan yang mahal harganya dapat dibeli dan dinikmati bersama, seperti pusat rekreasi, pendidikan orang dewasa, transportasi, dsb. Bentuk dan metode kerjasama antar Pemerintah Daerah meliputi (1) intergovernmental service contract; (2) joint service agreement, dan (3) intergovernmental service transfer (Henry, 1995). Jenis kerjasama yang pertama dilakukan bila suatu daerah membayar daerah yang lain untuk melaksanakan jenis pelayanan tertentu seperti penjara, pembuangan sampah, kontrol hewan atau ternak, penaksiran pajak. Jenis kerjasama yang kedua biasanya dilakukan untuk menjalankan fungsi perencanaan, anggaran dan pemberian pelayanan tertentu kepada masyarakat daerah yang terlibat, misalnya dalam pengaturan perpustakaan wilayah, komunikasi antar polisi dan pemadam kebakaran, kontrol kebakaran, pembuangan sampah. Dan jenis kerjasama ketiga merupakan transfer permanen suatu tanggung jawab dari satu daerah ke daerah lain seperti bidang pekerjaan umum, prasarana dan sarana, kesehatan dan kesejahteraan, pemerintahan dan keuangan publik.

KESIMPULAN
            Pembangunan daerah pada dasarnya adalah pembangunan diberbagai sektor yang luas baik pembangunan pedesaan, pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur dan sebagainya.Dengan menggunakan strategi yang sesuai dengan daerah yang dibutuhkan.Sehingga pembangunan yang dilakukan pun terlaksana dengan efektif dan efisien.Dibutuhkan dari berbagai sektor seperti SDM, SDA, Teknologi dan Modal yang cukup untuk menunjag pembangunan daerah yang terstruktur dengan rapi.



     Agustina, M. 1996. Fungsi Kota Sedang dalam Pembangunan Wilayah Studi Kasus Kota Kudus dan Kota Klaten Propinsi Dati I Jawa Tengah. Skripsi.Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.

      Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Diterjemahkan :Paul Sitohang. LPFEUI. Jakarta.

      Nuryati, eli. 1992. Peranan dan Fungsi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanandalam Rangka Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten DT IITangerang). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.

4     Gunawan. 2000. Analisis Pembangunan Ekonomi Lokal Studi Kasus KabupatenTasikmalaya. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
5.      Abiyoso, Hengki. 1994. Pembangunan Metropolis dan Kota Baru KawasanTimur Indonesia, Mencari Dimensi Baru Transmigrasi, Kesempatan Kerjadan Pembangunan Desa di Indonesia. Pusat Studi Pembangunan WilayahCENREDS (Center for Regional Development Studies).
6.      Rugesty, Yelda. 1999. Peranan BAPPEDA Tingkat I dalam PerencanaanPembangunan Daerah (Studi Kasus pada Bappeda Tingkat I PropinsiSumatra Barat). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
7.      Hanafiah, T. 1988a. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan. JurusanSosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
8.      Porter, Michael. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. New York: Free Press
9.      Dobson Paul, Ken Starkey, John Richards. 2004. Strategic Management: Issues and Cases. Oxford: Blackwell Publishing
Agranoff.R. 1996. Managing Intergovernmental Porcesses. Dalam Handbook of Public Administration. Perry, J.L. Ed. San Fransisco: Jossey-Bass. Hal. 210-231.
1   Rosen, E.D. 1993. Improving Public Sector Productivity: Concept and Practice. London: Sage Publications, International Educational and Professional Publisher
      Perekonomian Indonesia, Drs. Dumairy, M.A, Erlangga 1996, Jakarta
      Perekonomian Indonesia, Dr Tulus T. H Tambunan, Ghalia Indonesia, jakrta 2003
 



No comments:

Post a Comment